Sabtu, 03 Januari 2009

Adakah Jabatan Imam Allah?


Masalah kepemimpinan merupakan salah satu persoalan yang sangat mendasar di dalam kehidupan manusia. Sejak kecil, setiap orang akan mengenal dan berinteraksi dengan persoalan ini. Kita mengenal istilah orang tua sebagai pemimpin di rumah, guru di sekolah, direktur di perusahaan, komandan di keperwiraan, kepala pemerintahan dan seterusnya. Intinya, persoalan kepemimpinan meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Ia menjadi pondasi dan tulang punggung keberlangsungan spesies manusia dimanapun dan kapanpun mereka berada. Tanpa adanya kepemimpinan, maka seluruh pilar dan sistem kehidupan manusia niscaya porak poranda atau khaos—lawan katanya adalah kosmos, yakni teratur. Hal ini sangat jelas sehingga tak perlu pembuktian lagi. Bahkan dalam skala komunitas yang paling sederhana sekalipun, kalimat “broken home” adalah istilah umum yang ditujukan bagi seorang anak yang tidak merasakan adanya figur pemimpin dirumahnya.

Pada dasarnya, makna pemimpin adalah pengatur, pembimbing, penuntun, pengawas, penegak aturan dan pemberi keputusan sehingga hubungan antara kepemimpinan dan keteraturan adalah perkara yang mustahil bisa dipisahkan. Secara esensial, penataan sekelompok masyarakat sangat bergantung pada dua kunci utama bagi terwujudnya suatu tatanan kehidupan yang harmonis, yakni adanya seperangkat aturan atau hukum dan figur pelaksananya atau penegak aturan tersebut yakni hakim. Untuk itu, munculnya kesadaran dan kebutuhan manusia bagi adanya seperangkat hukum dan keberadaan hakim adalah perkara rasional. Sedangkan penolakan atau penerimaan salah satu darinya saja adalah irasional.

Sehubungan dengan hal ini, secara garis besar agama bisa dimaknai sebagai seperangkat aturan yang diharapkan bisa menata hubungan dan perilaku manusia kepada Tuhan dan alam kehidupannya. Di setiap agama, wacana kepemimpinan adalah topik sentral yang tak bisa disepelekan terutama bagi keberlangsungan ajaran tersebut dan juga penganutnya. Saat ini, agama-agama di dunia umumnya dibagi menjadi dua kelompok. Pertama adalah agama-agama yang melandasi ajarannya berdasarkan wahyu atau “agama samawi”. Dan kedua adalah agama-agama yang melandasi ajarannya berdasarkan kebijakan dan tradisi.

Dalam kaitannya dengan studi kristologi, pembahasan komprehensif ditujukan kepada agama-agama yang mendasari ajarannya melalui wahyu Tuhan atau profetisme, yakni kenabian. Dan pada saat ini, agama-agama seperti Islam, Yahudi dan Kristen adalah ajaran-ajaran yang meyakini tentang keberadaan para nabi Tuhan. Secara substansial, kendati masing-masing agama itu punya banyak perbedaan, tapi secara umum, seluruh agama wahyu ini punya satu simpul yang sama, yaitu adanya pengakuan dari masing-masing agama tersebut bahwa Abraham [Islam: Ibrahim] adalah seorang nabi Tuhan.

Di dalam Alkitab Perjanjian Lama (Yudaisme: Tanakh), Abraham memiliki beberapa gelar yang masing-masing mencerminkan jabatan langit yang diembannya. Hal ini memposisikan Abraham sebagai orang pilihan yang mulia disisi Allah dan juga dihadapan keturunan dan para pengikutnya. Dia disebut sebagai nabi (Kej 20:7) [1], bapa sejumlah besar bangsa (Kej 17:15-16) [2], sahabat Allah (2Taw 20:7; Yes 41:8) [3], dan yang terpenting dari semua adalah raja-imam (Kej: 12:7; 13:4) [4]. Jabatan Abraham sebagai imam Allah ini memang sangat unik dan berbeda dari kedudukan-kedudukan dia sebelumnya sehingga ada pendapat umum bahwa Kejadian 14 merupakan salah satu bab yang paling sukar dalam Kitab Kejadian.[5] Istilah “raja” dan “imam” yang selanjutnya dipadukan menjadi raja-imam mengindikasikan kepada otoritas penuh yang dijabat oleh Abraham dan keturunannya. Yakni sebagai penguasa dan pemimpin sekaligus. Hal ini otomastis berimplikasi bagi adanya suatu wilayah kekuasaan dan kepemimpinan (Kej 17:8-9) [6]. Adapun peristiwa pemberkatan Abraham sebagai Imam Alah bisa ditemukan dalam Kitab Kejadian di pasal 14:1-24. Peran Abraham sebagai pemimpin atau imam yang dipilih dan dinobatkan secara langsung oleh Allah ini—melalui perantaraan Melkisedek—adalah peristiwa yang tak dinafikan kebenarannya, baik oleh Yahudi maupun Kristen.

Secara etimologi, kata “imam” dalam bahasa Ibraninya di Authorized Version (AV) adalah kohen [7] dan nasiy [8]. Masing-masing dari kata ini di ulang sebanyak 750 kali dan 132 kali. Kedudukan ini juga menandai perjanjian atau covenant antara Abraham dan Allah yang mana melalui keturunannya itu Dia akan mengutus seorang yang diurapiNya atau Mesiah, dan akan menjadi berkat bagi seluruh bangsa di bumi (Kej 18:18).[9] Pengesahan kovenan ini ditandai dengan kewajiban penuh bagi Abraham dan keturunannya untuk mentaati hukum-hukum Ilahi berdasarkan prinsip kebenaran dan keadilan.[10]

Untuk itu, kendati sudah ada tiga jabatan langit yang diberikan kepada Abraham, yakni sebagai nabi atau rasul dan kedudukan khususnya sebagai sahabat Allah. Namun masih ada satu jabatan langit terakhir yang tertinggi, yakni sebagai imam Allah. Kedudukan ini juga dianugerahkan kepada Abraham dan keturunan biologisnya. [11] Adapun dari segi pelaksanaan bahwa meskipun jabatan imam Allah ini munculnya belakangan, namun inti dari ajaran Allah kepada manusia itu sendiri sebenarnya baru bisa direalisasikan, apabila hukum-hukum tersebut telah selesai disyariatkan oleh para nabi. Dan setelah itu, syariat ini akan ditegakkan oleh imam-imam Allah yang berasal dari keturunan biologis Abraham. Fakta ini jelas sangat rasional karena tak ada hakim kecuali setelah adanya hukum. Dan hukum pun mustahil bisa ditegakkan kecuali setelah adanya para hakim.

Pada dasarnya, jabatan imam Allah merupakan satu-satunya jabatan tertinggi dan tunas dari “Pohon Kejadian” yang menjadi tujuan atas penciptaan manusia di bumi. [12] Sedangkan kenabian atau kerasulan adalah cabang dari “Pohon Kejadian” tersebut. Artiya, institusi ilahiah ini secara gradual diawali oleh keimaman—yang menduduki puncak dari hierarki rububiyah itu, kemudian disusul dengan kerasulan atau kenabian. Sedangkan penampakan atas jabatan imam Allah di alam dunia (syahadah) secara hierarki adalah kebalikan dari hakekatnya di alam sorgawi (ghayb). Di alam dunia, kemunculan jabatan-jabatan langit ini diawali lebih dahulu dengan kenabian, kerasulan dan imamah.

Setelah Ibraham wafat, jabatan-jabatan ini terus diwariskan melalui keturunan biologis Ismail dan Ishak yang mana keduanya adalah nabi. Dalam Alkitab dinubuatkan bahwa dari Ismail dan keturunannya akan muncul duabelas orang imam “Tentang Ismael, Aku telah mendengarkan permintaanmu; ia akan Kuberkati, Kubuat beranak cucu dan sangat banyak; ia akan memperanakkan dua belas imam, [13] dan Aku akan membuatnya menjadi umat [14] yang besar (Kej 17:20). Kondisi serupa juga ditampakkan kepada bangsa Israel pada zaman Musa as yang mana dia telah diperintahkan oleh Allah untuk melantik duabelas orang imam yang dikepalai oleh Harun dan keturunannya (Bil 17:1-13). Pelantikan para imam Allah ini menandai kesempurnaan RisalahNya dan puncak dari kovenan antara Allah dan para nabi yang ditugaskan untuk menyampaikan AjaranNya kepada manusia. Bahkan fungsi utama dari pengutusan seorang nabi atau rasul itu adalah untuk menegakkan kerajaan imam dan umat yang kudus.Alkitab dan Al-Qur’an menyatakan:

“Jadi sekarang, jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan firman-Ku dan berpegang pada perjanjian-Ku, maka kamu akan menjadi harta kesayangan-Ku sendiri dari antara segala bangsa, sebab Akulah yang empunya seluruh bumi. Kamu akan menjadi bagi-Ku kerajaan imam dan bangsa yang kudus. Inilah semuanya firman yang harus kaukatakan kepada orang Israel. (Keluaran 19:5-6)

“Dan ketika Kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu, dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putera Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh”. (QS. 33:7)

Sedangkan mengenai perjanjian [mitsaq] yang dimaksudkan itu, maka Al-Qur’an menjelaskan lagi, “Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian dari Bani Israil dan telah Kami angkat di antara mereka 12 orang pemimpin” (QS. 5:12).

Alhasil, substansi yang ingin ditegaskan dalam pengantar yang ringkas ini bahwa status seorang imam di dalam agama Ibrahimik—menurut tinjauan kristologi—itu memang ada dan dipilih secara mutlak oleh Allah sebagaimana halnya kenabian dan kerasulan. Artinya tidak melalui konsensus. Imam Allah adalah jabatan sorgawi yang kudus dan tidak terbentuk melalui mekanisme pemilihan umum ataupun cara-cara lain yang dilandasi oleh perspektif manusia. Sungguh tidak mengherankan bila Al-Qur’an sendiri pernah menegaskan bahwa keluarga Ibrahim as telah dianugerahi suatu kerajaan yang besar.

“Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya? Sesungguhnya Kami memberikan Kitab dan Hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar”. (QS. 4:54)

Secara historis, pena sejarah umat manusia belum pernah mencatat bahwa keluarga Ibrahim ada yang mendirikan monarki keluarga, misalnya seperti Ibrahimiyah, Ismailiyah, Ishakiyah, Yakubiyah, Yusufiyah, Musaiyah atau Haruniyah dan lain sebagainya. Hal itu disebabkan keluarga Ibrahim lebih dikenang sebagai mata airnya kenabian, kerasulan dan imamah. Jika demikian, maka kerajaan besar apakah yang dimaksudkan oleh al-Qur’an itu? Apabila hal ini tidak merujuk kepada mamlakah kohen atau kerajaan imam,[15] tentu akan sulit menemukan makna yang sebenarnya dari ayat tersebut. Lalu, apabila keluarga Ibrahim telah diwariskan kerajaan besar oleh Allah, maka bagaimanakah dengan nasib keluarga Muhammad saw sendiri? Artinya, apakah mungkin dari keturunan Muhammad saw ini akan ada yang menjadi imam-imam Allah seperi yang pernah terjadi di masa para nabi terdahulu yang berasal dari keluarga Ibrahim? Dan apabila jumlah para imam dari keluarga Ibrahim as ini selalu duabelas orang, maka mungkinkah jumlah para imam dari keluarga Muhammad pun juga demikian?

Sebagai penutup, barangkali hadis Nabi saw yang pernah diriwayatkan dalam Sahih Bukhari[16] ini bisa membawa kita kepada kontemplasi mendalam yang selaras dengan pendewasaan beragama. “Jabir ibn Samurah mengatakan, ‘Saya mendengar Nabi berkata: “Akan ada duabelas pemimpin setelah saya.” Kemudian mengatakan, “Saya mendengar ayah saya mengatakan ia mendengar Nabi berkata, “Mereka berasal dari suku Qurays”’”. Wallahu’alam.

Catatan Kaki:

[1]“Jadi sekarang, kembalikanlah isteri orang itu, sebab dia seorang nabi;”.

[2]“Aku akan memberkatinya, dan dari padanya juga Aku akan memberikan kepadamu seorang anak laki-laki, bahkan Aku akan memberkatinya, sehingga ia menjadi ibu bangsa-bangsa; raja-raja bangsa-bangsa akan lahir dari padanya”.

[3] “Bukankah Engkau Allah kami yang menghalau penduduk tanah ini dari depan umat-Mu Israel, dan memberikannya kepada keturunan Abraham, sahabat-Mu itu, untuk selama-lamanya?”; Dan juga “Tetapi engkau, hai Israel, hamba-Ku, hai Yakub, yang telah Kupilih, keturunan Abraham, yang Kukasihi;”.

[4] ”Ketika itu TUHAN menampakkan diri kepada Abram dan berfirman: ‘Aku akan memberikan negeri ini kepada keturunanmu.’ Maka didirikannya di situ mezbah bagi TUHAN yang telah menampakkan diri kepadanya”; Dan juga “ke tempat mezbah yang dibuatnya dahulu di sana; di situlah Abram memanggil nama TUHAN”.

[5] Lembaga Biblika Indonesia, Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, disunting oleh Dianne Bergant, CSA dan Robert J. Karris, OFM (Jakarta: Penerbit Kanisius, 2002) hal. 52.

[6] “Kepadamu dan kepada keturunanmu akan Kuberikan negeri ini yang kaudiami sebagai orang asing, yakni seluruh tanah Kanaan akan Kuberikan menjadi milikmu untuk selama-lamanya; dan Aku akan menjadi Allah mereka.’ Lagi firman Allah kepada Abraham: ‘Dari pihakmu, engkau harus memegang perjanjian-Ku, engkau dan keturunanmu turun-temurun”.

[7] Kata kohen artinya imam atau pendeta (priest), orang yang memiliki (own), penguasa tertinggi (chief ruler), pejabat (officer), pangeran atau putra mahkota (princes).

[8] Kata nasiy’ atau nasi’ artinya pangeran atau putra mahkota (prince), kapten (captain), ketua (chief), penguasa (ruler), beruap atau menguap (vapours), gubernur pemerintahan (governor), awan (clouds), bagian (part). Secara definisi adalah orang yang ditinggikan (one lifted up) atau imam (leader) dan uap yang terangkat, yakni selalu meninggi dari lainnya (raising mist).

[9] “Oleh keturunanmulah semua bangsa di bumi akan mendapat berkat, karena engkau mendengarkan firman-Ku”.

[10] “Sebab Aku telah memilih dia, supaya diperintahkannya kepada anak-anaknya dan kepada keturunannya supaya tetap hidup menurut jalan yang ditunjukkan TUHAN, dengan melakukan kebenaran dan keadilan, dan supaya TUHAN memenuhi kepada Abraham apa yang dijanjikan-Nya kepadanya.” (Kej 18:19).

[11] Bandingkan juga beberapa kedudukan Nabi Ibrahim as yang disampaikan dalam Al-Qur’an, yaitu: Pertama, sebagai nabi “Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat benar dan seorang Nabi”. (QS. 19:41). Kedua, ayat al-Qur’an ini memaparkan dua sisi, yaitu kedudukan Ibrahim as sebagai rasul dan juga moyang bagi sejumlah besar bangsa yang mana keturunannya itu akan mewarisi jabatan kenabian dan kerasulan “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh dan Ibrahim dan Kami jadikan kepada keturunan keduanya kenabian dan Al Kitab, maka di antara mereka ada yang menerima petunjuk dan banyak di antara mereka yang fasik”. (QS. 57:26). Ketiga, sebagai khalil atau sahabat Allah “Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya”. (QS. 4:125). Keempat, sebagai imam “Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji Tuhanya dengan beberapa kalimat, lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: ‘Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu sebagai imam bagi seluruh manusia.’ Ibrahim berkata: ‘dan dari keturunanku.’ Allah berfirman: ‘JanjiKu tidak mengenai orang-orang yang zalim’”. (QS. 2:124).

[12] “Manusia adalah puncak dari seluruh penciptaan. Kelebihan ciptaan ini digarisbawahi oleh kenyataan bahwa hanya manusialah yang diciptakan menurut “gambar” atau “rupa Allah”. [Dikutip dari Lembaga Biblika Indonesia, Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, disunting oleh Dianne Bergant, CSA dan Robert J. Karris, OFM (Jakarta: Penerbit Kanisius, 2002) hal. 35]. Bandingkan dengan ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang kedudukan manusia sebagai khalifah Allah dimuka (QS. 2:30) dan hadis Nabi saw yang mengatakan bahwa Adam diciptakan dari citranya.

[13] Saya sengaja mengganti kata “raja”—seperti yang ada diterjemahan Alkitab LAI—dengan kata “imam”, karena kata “raja” adalah terjemahan yang tidak tepat. Dalam bahasa Ibrani kata “raja” adalah melek, sedangkan Authorized Version (AV) tidak menyebut kata tersebut di ayat ini melek (raja) tapi nasiy’ (imam). Yakni suatu posisi atau jabatan langit tertinggi yang berasal dari Allah saja. Kedudukan ini juga diikrarkan kembali pada zaman Musa, sewaktu Allah memerintahkannya untuk mengangkat duabelas orang pemimpin atau imam dari kalangan bangsa Israel (Bdk. Bil 17:1-6). Seluruh kata yang diterjemahkan “pemimpin” di ayat tersebut di dalam AV adalah nasiy’, persis seperti kedudukan yang diberikan kepada keturunan Ismail di Kej 17:20.

[14] Saya sengaja mengganti kata “bangsa”—seperti yang diterjemahkan dalam Alkitab bahasa Indonesia—dengan kata “umat”, karena kata asli di teks Ibraninya adalah goy yang dalam bahasa Inggris bisa diterjemahkan nation dan people. Walaupun demikian, pengunaan kata “bangsa” bukan berarti keliru, hanya saja dalam kajian mesianisme Yahudi, mereka sering mengaitkan hal ini dalam konteks kebangsaan atau keturunan biologis mereka saja (nationality) yakni partikular. Sedangkan dalam mesianisme Kristen, para penafsirnya telah melepas arti “keturunan biologis” Ibrahim ini sepenuhnya dan menguniversalkan maknanya (people). (lih. Ro 4:16; Ga 3:29). Padahal, janji Allah ini memang terkait dengan kedua sisi tersebut yakni kebangsaan dan juga manusia secara umum.

[15] “Dan Kami jadikan di antara mereka itu imam-imam yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami”. (QS. 32:24; 21:73; 28:5).

[16] Sahih Bukhari, bagian 9, “Kitab al-Maqadam”, hal. 1000. Sementara dalam Musnad Ahmad diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud bahwa ia bertanya kepada Nabi tentang para khalifahnya. Beliau berkata, “Mereka duabelas orang seperti suku bani Isra’il yang dua belas.” (Musnad Ahmad, Jilid 1, hal. 398).

8 Responses to “Adakah Jabatan Imam Allah?”

  1. Salam,
    sangat menarik sekali, apalagi ternyata ada ungkapan “12 imam” dari keturunan Ismail AS yang tertera di kitab kejadian.
    Kalau sudah begini, bahkan orang-orang Nasrani dan Yahudi pun seharusnya sudah tak ada lagi hujjah untuk tidak mengikuti Islam dan dua belas imam-nya, apalagi kaum Muslimin.
    Ahsantum.
    Salam.

  2. [...] Adapun artikel-artikel kristologi lainnya yang terkait dengan pembahasan imamah adalah “Adakah Jabatan Imam Allah?. Jazakallah [...]

  3. kenapa ngambil dalil mslh imam atau keimaman atua apalah itu..dari kitab nya orang kafir…?

    —————

    Kitab-kitab yang menurut anda berasal dari orang kafir itu telah dibawa oleh nabi-nabi suci yang anda imani. Kekufuran seorang Muslim tidak meniscayakan kesalahan Al-Qur’a. Penyimpangan umat Yahudi dan Nasrani tidak mengkonklusikan bahwa kitab-kitab itu salah seluruhnya, karena Al-Qur’an pun tidak pernah menyebutnya demikian bukan?!

  4. ayo belajar lagi
    coba renungkan islam dah sempurna belom?pasti sudahkan!
    ayo tebak memengnya Rosululloh pernah berpikir seperti tulisan anda?berarti gak ada contonya dong
    ingat Rosululloh itu maksum,teladan,dan yang darinya adalah atas ridho Alloh, dan Rosululloh gak pernah menyembunyiin sedikitpun syariat Allah

    admin:Kelihatannya anda memiliki keberatan dengan artikel-artikel/tulisan-tulisan saya, artinya anda berkedudukan sebagai pihak penggugat dan saya tergugat.

    Kalau kita mau ambil hikmah sirah nubuwwah bahwa pada saat Nabi saw menyampaikan ayat-ayat Al-Qur’an, banyak pihak musyrikin Mekah yang menggugat Beliau saw dengan berbagai tuduhan dan kesimpulan yang tak mampu mereka buktikan. Ketika itu Allah Swt menyampaikan firman-Nya sebagaimana dinyatakan QS. 2:111.

    Nah sebagai tergugat, saya pun menyatakan hal serupa, yaitu:

    Katakanlah: “Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar“. (QS. 2:111)

    Ada sebuah kaidah dalam hukum bahwa pihak penggugat harus mengajukan bukti atas gugatannya, dan kalau tidak ada bukti namanya tidak ada klaim. Case closed … :lol:

  5. @aserty
    Jika Bible menyatakan bhw Musa membawa Taurat dan AQ jg menyatakan hal yg sama, apakah artinya?
    Jadi begitu pula dg penjelasan ttg keimaman Ibrahim yg jg jelas2 distate di AQ:

    admin: QS:2:124 Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji[87] Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”. Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”[88]. Allah berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim”.

    Jika pertanyaan tsb benar2 dr keinginan utk mencari kebenaran mk setelah diajukannya nash AQ or Hadits mk kt akan taat pd implikasi adanya nash2 tsb. Tapi yg kita temui lbh banyak argumen2/penentangan tsb muncul hanya krn ego kita tdk menerima kebenaran yg bkn datang dr golongan kita. Sehingga sia2 lah dalil2 yg ada.

    Wassalam

  6. Kayaknya Sdr Bicara yang Haq mau nawarin beasiswa tuh (”Ayo belajar lagi”)..udah mas, kirim proposal ke dia buat belajar bahasa ibrani :)

  7. Kita tdk perlu bicarakan apa kata agama lain atau pendapat agama lain. Orang Yahudi dan pecaya pd Nabi Isa, Orang Keristen tdk Percaya pd Nabi Muhammad. Dan utk sdr@trixi
    Bgm Yahudi dan Nasrani mau percaya pd 12 Imam dari Keturunan Nabi Ismail> Nabi Ismail aja mereka nda akui.
    Kita lihat aja dari hukum2 kita. Dan Itupun klu dipercaya:
    1. Nash Alqur’an: Uttiullah wal Rasul wa Ulil Amri minkum
    2. Dan begitu banyak hadis Rasul yg shahih yg menjurus kepada kepimpinan umat berdasarkan IMAM. Tapi banyak yg tdk mau tahu. Mereka menolak walaupun sblmnya mereka menerima dan mengakui. Wasalam

  8. Shalom, saudara2ku memang ttg apa yang kita imani haruslah betul2 kita yakini. tapi terkadang hal tsb menyebabkan kita buta. Aku seorang kristen sangat berterima kasih atas ulasan pak Ustad ttg Imam yg diambil kita PL/Kejadian. Kalau saudara2ku benar2 Islam pasti mengimani juga Taurat, Zabur dan Injil, krn kitab tsb diturunkan oleh ALLAH SWT. jd komentar Aserty dan Madopolo, maaf kurang pas. apalagi menyatakan Kristen itu kafir?! semoga kau dikaruniakan pikiran yang jernih oleh Nya, begitu juga Madopolo : orang Kristen tdk percaya Nabi Muhammad?!
    Hasil survei mana yg mengatakan demikian? kami orang yg mengatakan dirinya Kristen Tauhid tdk mengatakan begitu. dan aku yakin anda belum mengenal Kristen dgn baik. Mudah2an anda diberikan Hidayah drpd Nya. Terima kasih pak Ustad, smg apa yg pak Ustad upayakan ini adalah utk kemaslahatan umat yg percaya akan Dia dan menjadi kita bertambah mengerti satu akan yg lain, sehingga tercapailah damai dibumi ciptaanNYa ini. Amin. GBU

Jumat, 02 Januari 2009

Yahudi-Iran: Berita Imigrasi ke Israel itu Dusta


sekolah Yahudi di ShirazPada 25 Desember 2007, kantor berita Reuters, yang mengutip seorang pejabat imigrasi Israel dan seorang pengurus Jewish Agency yang keduanya anonim, melaporkan 40 orang Yahudi-Iran secara rahasia berimigrasi ke Israel. Sebuah jumlah imigran Yahudi asal Iran yang dipandang terbesar pada tahun-tahun belakangan.

Demi alasan keamanan, tidak ada penjelasan lebih detail mengenai bagaimana mereka meninggalkan Iran dan di mana melakukan transit.

Setiap imigran dilaporkan mendapatkan donasi sebesar 10 ribu dolar AS, yang dikumpulkan oleh sebuah asosiasi Kristen Evangelis dan Yahudi, yang memang kerap mendukung imigrasi banyak Yahudi ke Israel.

Namun, pada 26 Desember 2007, berita tersebut segera dibantah wakil-wakil komunitas Yahudi di Iran. Mereka menyatakan bahwa Yahudi-Iran tidak pernah memutuskan untuk beremigrasi, karena standar hidup layak yang mereka nikmati sebagai kaum minoritas di Iran dan akar-akar budaya mereka sebagai orang Iran.

Dalam sebuah komunike yang dibacakan oleh para pemimpin Yahudi di Iran, Maurice Mo’atamad dan Ciamak Morsathegh, mereka menyatakan bahwa berita mengenai kedatangan sejumlah Yahudi-Iran ke Israel sebagai sebuah dusta belaka.

Sementara itu, Presiden Tehran’s Jewish Community, Mareh-Sadegh, mengatakan, “Propaganda masif yang dilancarkan oleh musuh-musuh bangsa Iran tidak akan pernah memengaruhi Yahudi-Iran karena akar sejarah, budaya, dan kebangsaan kami adalah Iran.”

“Seperti yang pernah kami nyatakan sebelumnya, upaya-upaya kekanak-kanakan untuk membujuk kami dan penyebaran dusta oleh elemen-elemen Zionis-Imperialis anti-Iran tidak akan pernah mengubah hubungan yang kuat antara Yahudi-Iran dengan bangsa Iran dan pemerintahan Republik Islam,” tambahnya.

Seraya menekankan loyalitas mereka kepada Republik Islam, para pemimpin Yahudi tersebut, dalam komunike mereka, menulis, “Kami adalah Yahudi-Iran, yang selalu menjadi orang Iran, dan akan selalu menjadi orang Iran. Kami siap mengorbankan apa pun demi tanah air kami. Terlepas dari propaganda pihak asing, kami akan tetap hidup di tanah kelahiran kami.”

Sejak Revolusi Iran 1979, Yahudi-Iran tetap mempertahankan kesetiaan mereka kepada pemerintahan Islam dan mendukung kebijakan-kebijakan anti-Zionisnya. Komunitas Yahudi di Iran kini mencapai jumlah 30 ribu jiwa, suatu komunitas Yahudi terbesar di Timur Tengah. Mereka terkonsentrasi di kota-kota besar, seperti Tehran, Isfahan, dan Shiraz.

Pemerintah Republik Islam Iran sejak awal menegaskan kepada dunia internasional bahwa kebijakan anti-Zionisnya harus dibedakan dengan perlakuan terhadap komunitas Yahudi di Iran. Kaum minoritas di Iran, seperti Yahudi dan Kristen, menikmati toleransi dan kebebasan beragama di Iran. Bahkan, mereka mempunyai perwakilan khusus di parlemen Iran.[irm/reuters, ynet]

Kamis, 01 Januari 2009

PERSELISIHAN ANTAR MAHZAB



Sejarah telah menceritakan kefanatikan masing-masing kelompok terhadap madrasah fikih mereka, dan juga berbagai pertengkaran dan perselisihan yang terjadi diantara mereka, hingga sampai tingkatan dimana sebagian mereka mengkafirkan sebagian yang lain, juga terlihat peran penguasa didalam hal ini, dapat disaksikan di dalam syair-syair mereka :
” Telah tumbuh Mazhab Nu’man menjadi sebaik-baiknya mazhab
laksana bulan bercahaya sebaik-baik bintang
mazhab-mazhab ahli fikih telah menyusut
mana mungkin gunung-gunung kokoh menenun sarang laba-laba”
Seorang penyair bermazhab Safi’i berkata:
“Perempuan Syafi’i dikalangan ulama adalah laksana bulan purnama diantara bintang-bintang di langit
Katakan pada orang yang membandingkannya
dengan Nu’man karena kebodohan
apakah mungkin cahaya dapat dibandingkan dengan kegelapan”
Seorang penyair bermazhab Maliki mengatakan,
“Jika mereka menyebutkan kitab-kitab ilmu, maka datangkan
apakah dapat sebanding dengan kitab al-Muwaththa karya Malik
Dengan berpegang kepadanya tangan kekuasaan menjadi mendapat petunjuk
barangsiapa yang menyimpang darinya dia akan celaka “
Seorang penyair bermazhab Hambali berkata,
” Aku telah menyelidiki syarat-syarat ulama seluruhnya,
selama aku hidup maupun sesudah mati.
Wasiatku kepada seluruh manusia,
hendaklah mereka bermazhab Hanbali “
Muhammad bin Abdul Baqi, wafat tahun 535 H yang bermazhab Hanbali, mengambarkan keadaan menyembunyikan mazhab yang terjadi kala itu didalam sebuah syairnya,
“Jagalah lidahmu, sedapt mungkin jangan sampai menceritakan yang tiga,
yaitu umur, harta dan mazhab.
Karena atas yang tiga akan dikenakan yang tiga,
yaitu dikafirkan, dihasudi dan dituduh sebagai pembohong”
Demikianlah, setiap orang dari mereka sangat fanatik terhadap imamnya, amat bangga dengan mazhabnya dan mengingkari mazhab-mazhab yang lainnya.
Hingga ada yang mengatakan “Barang siapa yang menjadi Hanafi maka diberi hadiah, dan barangsiapa yang menjadi Sayfi’i akan dihukum” (Ad-din al-Kahlish, jld 3, hal 355)
IMAM ABU HANIFAH, Lahir tahun 80 H , pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan, Meninggal tahun 150 H.
IMAM MALIK , Lahir tahun 93 H Meninggal tahun 179 H
IMAM SYAFI’I, Lahir tahun 150 H Meninggal tahun 204 H
IMAM AHMAD BIN HANBAL, Lahir 164 H Meninggal tahun 241 H
Masa para Imam 4 mazhab (Hanafi, Malik, Safi’i dan Hanbali) bersamaan dengan para Imam Ahlilbait Nabi.
Imam Hanafi (80 H s/d 150 H) dan Imam Malik (93 H s/d 179 H) sezaman dengan Imam Ja’far as-Sodiq (83 H s/d 148 H) dan Imam Musa al-Kadhim (128 H s/d 183 H).
Imam Syafi’i (150 H s/d 204 H) dan Imam Hanbali (164 H s/d 241 H) sezaman dengan Imam Ali ar-Ridha (148 H s/d 203 H) dan Imam Muhammad al-Jawad (195 H s/d 220 H).
Timbul pertanyaan sbb :
Mengapa posisi kepemimpinan / ke-Imam-an tidak dipundak Imam Ahlilbait ?
Mengapa lebih dikenal serta diutamakan Imam 4 mazhab ketimbang Imam Ahlilbait ?
Mengapa Imam 4 mazhab berdiam diri tidak melakukan pembelaan secara nyata Imam Ahlilbait dibunuh dizamannya ?
Ahmad Amin berkata, ” Penguasa mempunyai peranan yang besar di dalam memenangkan mazhab-mazhab ( Hanafi, Malik, Safi’i dan Hanbali ). Biasanya, jika sebuah pemerintahan yang kuat mendukung sebuah mazhab maka orang-orang akan mengikuti mazhab tersebut. Mazhab tersebut akan terus berkuasa sampai lenyapnya pemerintahan yang mendukungnya ” ( Dzahr al-Islam, jld 4, hal 96 )
Apakah masih mungkin ber argumentasi tentang wajibnya mengikuti mazhab yang empat ?
Apakah memang ada dalil yang mengatakan bahwa mazhab hanya terbatas pada mazhab yang empat ?
Jika di sana tidak ada dalil yang menunjukan tentang wajibnya berpegang kepada mereka, apakah itu berarti Allah dan Rasul-Nya telah lalai akan masalah ini, dan tidak menjelaskan kepada mereka tentang dari mana seharusnya mereka mengambil agama mereka dan syariat hukum mereka ?
Mahasuci Allah dari membiarkan makhluk-Nya dengan tanpa menjelaskan kepada mereka tentang hukum-hukum dan jalan yang akan menyelamatkan mereka.
Allah swt telah menjelaskan melalui lidah Rasulullah saw dan telah menegakkan hujjah akan wajibnya mengikuti ‘ Itrah Rasulullah saw( Ahlilbait ), ” Sesungguhnya Zat yang Mahatahu telah memberitahukan Aku bahwa keduanya tidak akan pernah berpisah hingga keduanya menemuiku di Telaga

MUI: Syiah Bukan Aliran Sesat!



81.jpg
“Ternyata masih terjadi provokasi anti Syiah di Bangil …”

Wawancara Andito—Majalah Syiardengan Prof.Dr. KH Umar Shihab

Beberapa waktu lalu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengadakan siaran pers sehubungan dengan maraknya aliran sesat yang meresahkan umat Islam. Dalam catatan dikatakan bahwa MUI telah mengeluarkan sembilan fatwa mengenai aliran sesat, di antaranya Islam Jama’ah, Ahmadiyah, Inkar Sunnah, Komunitas Eden yang dipimpin Lia Aminuddin, shalat dua bahasa di Malang dan Al Qiyadah Al-Islamiyah, serta aliran sesat lainnya yang sifatnya lokal atau kedaerahan.

Dalam upaya mencari pemahaman yang lebih mendalam tentang bagaimana MUI memandang aliran sesat, Redaksi SYIAR melakukan wawancara dengan Prof. DR. KH. Umar Shihab, Ketua MUI Pusat. Ditemui di rumahnya yang asri di bilangan Kelapa Gading, ulama asal Rapparang Sulsel ini memprihatinkan tentang kondisi kerukunan antar umat Islam di Indonesia.read more

MUI dan fatwa

Syiar: Bagaimana proses keluarnya sebuah fatwa MUI?

Umar Shihab: Fatwa itu bisa keluar apabila disepakati oleh semua komisi fatwa, yang unsur-unsurnya terdiri dari ormas-ormas Islam dan perwakilan MUI, misalnya Muhammadiyah, Dewan Dakwah, Al-Irsyad, Tarbiyah Islamiyah, dll. Ini berlaku di seluruh Indonesia. HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) juga sudah masuk MUI, ini organisasi baru yang orang anggap “ekstrim”. Semua organisasi Muslim yang sudah dikenal di Indonesia kita rangkul dan bisa masuk MUI, termasuk Syiah/Ahlulbat, tidak perlu dilarang.

Syiar: Mungkinkah MUI daerah mengeluarkan fatwa yang berbeda atau bertentangan dengan fatwa MUI Pusat?

Umar Shihab: Tidak boleh ada fatwa daerah yang bertentangan dengan pusat. Fatwa MUI Pusat berlaku nasional, meliputi seluruh Indonesia. Fatwa daerah hanya khusus untuk masalah-masalah lokal. Misalnya fatwa tentang salat dengan menggunakan bahasa Indonesia, MUI daerah bikin fatwa kemudian diangkat ke tingkat pusat.

Syiar: Ada anggapan bahwa fatwa MUI lebih banyak mengurusi akidah atau keyakinan tapi tidak untuk masalah-masalah sosial.

Umar Shihab: Tidak benar. Kita juga membahas masalah-masalah yang mencuat dalam kehidupan masyarakat. Fatwa tentang korupsi sudah pernah ada, suap juga ada, pornografi juga ada.

Syiar: Mengapa tidak ada fatwa mati untuk koruptor?

Umar Shihab: Kita mempunyai komisi hukum dan perundang-undangan. Tapi MUI tidak pernah mengatakan menolak hukuman mati. Tidak pernah ada statement seperti itu. Karena kita tidak mau bertentangan dengan hukum al-Quran. Di dalam al-Quran itu ada qishash. Cuma kita tidak meminta supaya berlaku sepenuhnya. Kita lihat kondisi.

Syiar: Bagaimana hubungan antara MUI dan pemerintah?

Umar Shihab: Kita tidak mau berhadap-hadapan dengan pemerintah. Ini prinsip yang juga bagian dari dakwah kita. Ud’u ila sabili rabbika bil hikmah wal mauizatil hasanah. Kita dakwah dengan cara bijaksana. Kalau ada hal-hal yang tidak dilakukan oleh pemerintah, barulah kita tampil ke depan dan menyampaikan kepada pemerintah.

Misalnya saja RUU pengasuhan anak, rancangannya sudah hampir selesai tapi kita minta agar disesuaikan dengan aturan Islam. Contoh lain RUU pendidikan, sampai demonstrasi besar di kalangan umat Islam karena kita nilai hal itu bertentangan dengan ajaran Islam. Begitu juga dengan undang-undang pornografi dan pornoaksi.

Sayangnya, ada golongan umat Islam sendiri yang menolak. Ini yang kita sesalkan. Jangankan itu. Fatwa kita tentang sesatnya Al-Qiyadah Islamiyah yang menyatakan adanya nabi, masih saja ada orang Islam yang menyatakan bahwa itu tidak sesat, malah menuduh MUI yang sesat.

Fatwa aliran sesat

Syiar:
Apa kriteria MUI tentang sesat atau tidaknya suatu ajaran?

Umar Shihab: Ada kerangkanya. Dia harus percaya bahwa Allah Swt itu Esa, Nabi Muhammad saw adalah rasul dan nabi terakhir, Al-Quran itu adalah kitab suci. Intinya yang ada di rukun Iman. Begitu juga dengan rukun Islam, adalah prinsip bahwa shalat itu lima kali sehari, puasa Ramadhan, haji ke baitullah. Kalau bertentangan dengan rukun iman dan Islam maka ia bisa dianggap sesat.

Kita anggap Lia Aminuddin sesat karena menganggap dirinya mendapat wahyu dari Jibril. Nah, masih banyak lagi kelompok yang sekarang masuk kajian MUI. Tapi kita tidak pernah anggap sesat masalah khilafiyah.

Syiar: Ada pihak yang menilai bahwa keyakinan tidak bisa diadili.

Umar Shihab: Keyakinan memang tidak mungkin diadili. Tapi yang mungkin diadili adalah orang-orangnya karena dia melakukan dan percaya pada suatu keyakinan yang bertentangan dengan ajaran agama.

Misalnya Ahmadiyah, kita anggap sesat karena dia meyakini adanya nabi setelah Nabi Muhammad. Tapi sampai sekarang prosesnya belum selesai karena mereka sudah terlanjur mendapatkan izin sebagai yayasan, sebagai organisasi.

Fatwa sesatnya Syiah

Syiar: Bagaimanakah MUI menilai ajaran Syiah?

Umar Shihab: MUI tidak penah berbicara tentang mazhab. Bagi kami di MUI, masalah khilafiyah itu adalah suatu rahmat. Kita tidak mau kembali lagi ke masa lalu di mana perkelahian dan pembunuhan mudah terjadi hanya karena perbedaan mazhab.

Masalah mazhab tidak bisa di selesaikan. Biarlah Allah Swt yang mengadilinya. MUI tidak menganggap bahwa salah satu mazhab itu benar. Kita berdiri di semua pendapat bahwa semua mazhab itu benar. Begitu juga terhadap mazhab lain, mazhab Syiah misalnya. MUI berprinsip, bahwa kalau dunia Islam sudah mengakui Syiah sebagai mazhab yang benar, lalu kenapa MUI harus menolak?

Syiar: Pada Maret 1984 MUI pernah mengeluarkan fatwa yang isinya agar waspada terhadap ajaran Syiah.

Umar Shihab: Ya, itu pada tahun 84. Sekarang eranya sudah lain. Fatwa itu bisa berubah karena perubahan kondisi. Di Sunni sendiri juga ditetapkan seperti itu, bahwa fatwa bisa berubah karena perbedaan kondisi. Karena perbedaan tempat, Imam Syafii sendiri pernah mengubah fatwanya ketika beliau pindah ke Mesir dari Irak.

Begitu juga dengan beberapa fatwa lain di MUI. Saya bisa kasih contoh fatwa tentang aborsi. Semua aborsi itu dilarang. Islam tidak pernah membenarkan aborsi. Tapi, kemudian terjadi perubahan kondisi di mana terjadi kehamilan akibat perkosaan, sehingga aborsi pada kondisi tersebut dikecualikan.

Syiar: Dalam beberapa kasus, ulama daerah menisbahkan dirinya kepada fatwa MUI Pusat tahun 1984 atau fatwa ulama lain yang menyatakan Syiah itu sesat.

Umar Shihab: Sekali lagi, kita tidak pernah menyatakan Syiah itu sesat. Kita menganggap Syiah itu salah satu mazhab dalam Islam yang dianggap benar. Mengapa saya nyatakan demikian? Karena dunia Islam sendiri mengakui keabsahan mazhab ini. Apabila ia sesat, mustahil dan tidak boleh ia masuk ke Masjdil Haram. Kenapa mereka boleh masuk ke Masjidil Haram? Itu artinya orang Saudi sendiri mengakui bahwa mereka tidak sesat. Ia tetap Muslim, hanya saja mazhabnya berbeda dengan kita.

Kita harus membedakan dengan cermat antara istilah “sesat” dengan “beda”. Sesat itu bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Dan sesat itu perlu diperbaiki melalui dakwah yang benar. Apabila sekadar beda ya boleh-boleh saja. Yang sesat itu jelas beda. Tapi tidak semua yang beda itu sesat. Di dalam Sunni sendiri banyak perbedaan.

Di Indonesia ini banyak hal yang beda. Cara wudhu, posisi tangan saat salat, dll. Kenapa mesti dipersoalkan? Bahkan penentuan waktu 1 Syawal pun berbeda. Ini hal yang sangat berbeda. Yang berpuasa pada hari lebaran itu haram. Sedangkan pihak lain meyakini berlebaran pada hari puasa itu haram karena ia makan. Banyak hal yang beda di lapangan tapi kita tolerir. Ini semua masalah furuiyah.

Syiar: Dengan komposisi ormas Islam “ekstrem” dan “tidak toleran” di MUI, apakah fatwa yang dikeluarkan oleh MUI itu tidak bias sehingga terkesan tidak hati-hati? Di antara organisasi tersebut ada yang menggunakan kriteria sesat untuk menyerang kelompok lain yang sebenarnya tidak sesat.

Umar Shihab: Mereka tidak boleh memberi interpretasi sendiri. Interpretasi itu hanya dari MUI. Seperti kasus di Sumatra Barat, MUI setempat menyesatkan suatu organisasi. Kemudian mereka datang ke Jakarta untuk klarifikasi. Setelah kita kaji, kita ketahui bahwa sesatnya mereka karena beranggapan pergi haji itu tidak perlu ke Masjidil Haram bagi yang tidak mampu. Ada haji bagi orang miskin. Ini tidak ada dasarnya dalam agama. Setelah diklarifikasi, kita nyatakan bahwa pemahaman, pedoman dan pernyataan ini harus dibersihkan dari organisasi tersebut.

Syiar: Jadi bisa disimpulkan bahwa pandangan Islam yang komprehensif dan baik tidak merata di daerah sehingga mereka tidak bisa membedakan mana yang sesat dan mana yang beda. Bagaimana menyikapi hal ini?

Umar Shihab: Saya selalu jelaskan, termasuk dalam rakernas baru-baru ini. Kita tidak perlu mempermasalahkan khilafiyah karena tidak ada hakim yang bisa memutuskan yang mana yang benar. Kita serahkan kepada Allah di hari kemudian nanti. Kita kembali kepada prinsip bahwa bila mujtahid itu salah dapat pahala satu, kalau benar dapat pahala dua. Nah, kita ini bukan mujtahid. Tidak ada sama sekali.

Memang dalam rapat itu ada orang yang ingin mengatakan lebih terperinci supaya orang yang salatnya boleh tiga waktu itu sesat. Saya katakan itu bukan masalah prinsip karena dasarnya ada dalam Quran dan hadis. Janganlah bawa sejauh itu karena nanti efeknya lebih jauh lagi, mereka yang salatnya tangannya turun ke bawah itu sesat juga. Masalah khilafiyah tidak boleh membawa pada perpecahan.

MUI menganggap bahwa Syiah adalah mazhab yang benar sebagaimana yang diakui oleh Rabithah Alam Islamy dan itu diakui oleh Al-Azhar. Bukti konkretnya, jamaah haji Syiah boleh masuk ke Masjidil Haram. Kalau mereka memang sesat, seharusnya tidak boleh masuk.

Perbedaan mazhab tidak bisa diselesaikan karena masing-masing punya argumentasi yang semuanya benar. Yang penting mereka mengakui dan meyakini keesaan tuhan, kesucian dan keotentikan Al-Quran, dan Muhammad sebagai nabi terakhir.

Indonesia itu mayoritas Sunni Syafii. Tidak semua mazhab itu ada di Indonesia, tapi bukan berarti ia tidak diterima. Bila semua ini tidak bisa disikapi secara arif akan bisa bermasalah. Misalnya dalam haji. Wahabi tidak mau berpakaian ihram di Jeddah, tapi di Miqat. Kalau kita naik pesawat Saudia Airline diumumkan bahwa kita sekarang sudah ada di Miqat, niatlah dari sekarang. Jadi orang-orang ramai berganti pakaian.

Nah, paham Wahabi sekarang sudah masuk di indonesia. Tapi fatwa MUI mengatakan bahwa boleh berpakaian ihram di Jeddah. Fatwa MUI ini juga diakui di beberapa negara Islam. Tapi ada juga pihak lain yang tidak mau pakai fatwa MUI, ya silakan.

Wahabi sendiri barang baru di Indonesia. Kalau semua yang beda dianggap sesat, maka Wahabi pun bisa masuk kategori sesat. Berbahaya sekali kalau yang beda dianggap sesat. Kalau pemerintah sekarang berpaham Wahabi, maka bisa-bisa mazhab Syafii pun dianggap sesat. Yang dianggap sesat itu adalah berbeda dalam hal akidah dan syariah.

Syiar: Bagaimana menjembatani kesenjangan mazhab Sunnah dan Syiah dewasa ini?

Umar Shihab: Saya kira melalui pertemuan-pertemuan di antara kedua belah pihak. Dakwah yang dilakukan satu sama lain tidak boleh saling menyerang. Orang yang memaki-maki orang lain itu sudah salah.

Saya pernah ke Iran dan saya lihat hal-hal luar biasa di sana. Saya juga pernah pergi ke Najaf dan Karbala. Saya bertemu dengan ulama-ulama Syiah. Mereka salat sama seperti kita juga. Cuma beda di azan. Saya bertanya, mengapa Anda menambah azan dengan “hayya alal khairil amal”? Mereka menjawab, sama halnya seperti Anda, mengapa Sunni menambah azan dengan “ashalatu khairum minan naum”?

Mereka malah bertanya balik, mengapa Anda mau tarawih padahal Rasulullah tidak tarawih? Bukankah itu datang dari Sayyidina Umar? Mengapa Anda tidak mengikuti apa yang datang dan diajarkan oleh Sayyidina Ali? Saya tidak bisa berkata apa-apa.

Kita perlu cari pendekatan-pendekat an, yang penting jangan saling serang dan menyalahkan. Nah, orang yang tidak tahu masalah mazhab inilah yang saling menyalahkan. Dia tidak mau memahami mazhab orang lain. Kita tidak sedang bicara politik. Yang terjadi di Irak itu bukan masalah mazhab, tapi politik. Ada kekuatan eksternal yang mempengaruhi konflik antar mazhab tersebut.

Kita di Indonesia tidak perlu terjadi seperti itu. Silakan kalau Anda mau jadi Syiah. Kenapa kita tidak lihat (konflik) di Saudi Arabia, di Makkah misalnya. Orang salat dengan beragam cara tidak dipersoalkan. Kenapa ada orang salat di hotel mengikuti kiblat masjidil haram? Apakah ada yang mempersoalkan? Kita harus bersatu. Kalau sesama Muslim gontok-gontokan, orang luar akan tertawa.

Kekerasan terhadap Syiah

Syiar: Apakah tindakan kekerasan yang dilakukan masyarakat terhadap komunitas Syiah di daerah-daerah bisa dibenarkan karena mereka mengklaim ikut fatwa MUI?

Umar Shihab: Tidak pernah bisa dibenarkan. Semua tindak kekerasan tidak pernah bisa ditolerir. Jangankan terhadap Syiah, terhadap aliran sesat pun kita tidak pernah tolerir tindak kekerasan.

MUI tidak pernah mentolerir aksi-aksi kekerasan seperti itu. Aliran sesat pun tidak pernah ditolerir untuk dirusak. Apalagi yang masih tidak sesat. Pelacuran saja, yang jelas-jelas tempat maksiat, kita tidak pernah mengatakan setuju untuk main hakim sendiri. Ini negara hukum, semua harus melalui proses hukum. Jadi kalau ada orang yang mau merusak rumah, masjid dan pesantren orang lain, itu bertentangan dengan undang-undang. Beritahukanlah polisi.

Syiar: Dalam beberapa kasus, MUI daerah pernah mengeluarkan surat pernyataan yang negatif tentang Syiah..

Umar Shihab: Itu keliru. Sangat keliru. Kita bisa tegur mereka kalau kedapatan mengeluarkan fatwa yang bertentangan dengan fatwa MUI Pusat. Tapi memang hal ini (surat pernyataan/edaran MUI daerah) susah dipantau. Kalau MUI provinsi di tingkat satu mungkin bisa dipantau. Tapi sulit kalau sudah di bawah. Kalau ada data-data itu, tolong kasih saya.

Syiar: Kenyataannya ada ulama daerah yang meminta pembubaran Syiah dan pengusiran orang-orang Syiah atas nama MUI.

Umar Shihab: Tidak pernah. Itu adalah aktivitas personal yang tidak pernah kita tolerir dan tidak pernah kita benarkan. Aksi kekerasan itu karena kebodohan, fanatisme buta. Sebenarnya kita tidak ingin ada clash antara Sunni dan Syiah. Kita ingin damai, tidak ingin ada kekerasan.

Ketika tempo hari ada penyerangan atas komunitas Syiah di Bangil, saya sendiri langsung telpon kapolda dan kapolres supaya segera diambil tindakan, karena sesungguhnya MUI tidak pernah mentolerir adanya pengrusakan. Kapolri Jendral Sutanto pun mengatakan tidak boleh adanya pengrusakan. Anda bisa lihat sendiri di televisi bagaimana pernyataan saya.

Syiar: Sekarang ini ada oknum mengatasnamakan Ahlusunah yang memprovokasi umat Islam di daerah-daerah untuk membenci Syiah. Mereka juga menuding orang-orang yang moderat dan berpandangan objektif juga sebagai Syiah. Bagaimana mengantisipasi konflik horizontal antar mazhab di Indonesia?

Umar Shihab: Prinsip Islam itu satu. Janganlah kita ini gontok-gontokan. Orang yang melakukan provokasi itu bodoh, tidak tahu hakikat Islam. Kita akan minta kesadaran semua orang yang memprovokasi dan memecah belah umat bahwa pekerjaannya itu salah. Tindakan-tindakanny a tidak pernah dibenarkan dalam Islam. Tolong ini dicatat.

Sikap kita kepada mereka hendaknya mengikuti sikap Nabi Muhammad tatkala dilempari batu oleh penduduk Thaif. Saat malaikat menyediakan diri menghukum mereka, Nabi malah mendoakan mereka dengan dalih bahwa mereka berbuat demikian karena tidak tahu.

Ada skenario besar yang ingin menghancurkan, bukan hanya umat Islam, tapi kesatuan bangsa Indonesia. Karena apabila umat Islam terpecah, otomatis bangsa Indonesia juga terpecah. Mereka sulit menyerang Islam dengan memakai agama-agama lain. Maka digunakanlah orang-orang Islam sendiri.

Haji Indonesia dan Syiah di Makkah

Syiar: Kuota jamaah haji tahun 2007 untuk Indonesia adalah 210 ribu orang, naik 5% dari tahun 2006 yang hanya 200 ribu jamaah. Namun masih banyak calon jamaah haji yang tidak terangkut dan kini masuk dalam waiting list. Bagaimana menjelaskan fenomena ini?

Umar Shihab: Ada tiga kemungkinan. Pertama, banyaknya orang yang ingin menunaikan ibadah haji adalah suatu indikasi bahwa kesadaran orang terhadap ajaran agama lebih baik dari masa-masa yang lalu. Kemungkinan kedua, ekonomi umat Islam Indonesia sudah lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.

Kemungkinan ketiga, orang-orang Islam yang ingin berwisata atau jalan-jalan keluar negeri kini mengalihkan tujuan wisata, tidak lagi ke Eropa atau negara-negara lain, melainkan ke Makkah dan Madinah. Mereka berpikir, daripada ke Eropa lebih baik naik haji atau umrah. Niatnya sudah tidak murni ibadah lagi. Kemungkinan ketiga ini yang sangat disayangkan. Tapi, dari semua kemungkinan tersebut, motif yang paling banyak dan dominan adalah berangkat haji atas dasar ibadah.

Syiar: Jamaah haji di Indonesia terbesar di dunia tapi budaya korupsi marak di mana-mana. Bagaimana menyikapi hal ini?

Umar Shihab: Tidak usah dihubung-hubungkan. Saya tidak setuju.

Syiar: Ada pendapat yang menyatakan bahwa tempat-tempat suci umat Islam perlu diinternasionalisas i sehingga dana yang luar biasa besar jumlahnya tersebut dapat dioptimalkan untuk kesejahteraan dan pemberdayaan umat Islam di seluruh dunia.

Umar Shihab: Sebenarnya gagasan itu bisa dilihat dari dua sisi. Sisi pertama, bahwa tujuannya untuk mendapatkan imbalan dari umat Islam. Dana terkumpul yang begitu besar bisa dimanfaatkan untuk kepentingan umat Islam. Di sisi lain, kita punya aturan-aturan internasional yang membuat ide internasionalisasi Makkah dan Madinah itu menjadi mustahil. Karena kedua tempat itu masuk wilayah Saudi Arabia, jadi dilema.

Menurut saya, kita biarkan saja seperti sekarang, tidak harus diinternasionalisas i. Apalagi salah satu gelar raja-raja di Saudi itu adalah khadim al-haramain, penjaga wilayah kedua tanah Haram. Kita hanya mengharap bahwa pengaturan haji itu setiap tahun lebih ditingkatkan. Kalau memang sudah baik, kenapa kita harus buat satu aturan baru (internasionalisasi itu). Yang penting jangan ada halangan entah itu terkait unsur politik atau mazhab sehingga setiap orang bisa pergi ke sana. Alhamdulillah, sampai sekarang tidak ada masalah.

Syiar: Artinya, haji itu berlaku untuk semua umat Islam dari mazhab manapun, termasuk juga mazhab yang berbeda dengan mazhab pemerintah Saudi sendiri?

Umar Shihab: Pokoknya semua mazhab tanpa kecuali. Pemerintah Saudi bisa jadi menggunakan mazhab dari sebagian ajaran Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad atau Imam Malik. Tapi tetap saja mereka yang tidak bermazhab bebas masuk ke Makkah dan Madinah. Alhamdulillah, itu kenyataan hingga sekarang. Mazhab Syiah juga bebas masuk ke Saudi Arabia dan tidak dilarang.

Setiap saya berangkat ke sana, saya melihat banyak orang Syiah. Kadang-kadang, mereka malah diberikan tempat yang lebih istimewa. Misalnya, dalam fikih Syiah dikatakan bahwa kalau orang berihram itu tidak boleh tutup kepala. Sehingga ada juga mobil yang disiapkan tanpa penutup atau atap. Ini sekadar bukti bahwa pemerintah Saudi juga memberikan kesempatan kepada orang-orang yang bermazhab selainnya.

Biodata:

  • Prof. DR. KH. Umar Shihab lahir di Rapparang, Sulsel, pada 2 Juli 1939.
  • Beliau menamatkan S1 di IAIN Alaudin Makassar (1966), S2 di Universitas Al-Azhar Kairo (1968), dan S3 Universitas Hasanuddin dalam Studi Hukum Islam (1988).
  • Banyak jabatan organisasi yang dilakoninya, antara lain: Ketua PII (Pelajar Islam Indonesia) Sulsel, HMI Cabang Makassar, Dewan Mahasiswa UMI Makassar, Dewan Mahasiswa IAIN Alauddin.
  • Selain itu, dia juga banyak mengemban jabatan akademik, antara lain: Wakil dekan IAIN, Dekan di UMI, anggota DPRD Propinsi Sulsel, anggota MPR-RI, Ketua MUI Sulsel, dan kini Ketua MUI Pusat.
  • Karya ilmiah yang dipublikasikan, antara lain: “Al-Quran dan Rekayasa Sosial”, “Transformasi Pemikiran dalam Hukum Islam”, “Elastisitas Hukum Islam“, “Kontekstualitas Al-Quran”, dan lain-lain.