Senin, 24 November 2008
WALAUPUN DITUKAR GUNUNG EMAS
Kemuliaan Muhammad Saaw dibanding Nabi Yusuf as
Kemuliaan Nabi Muhammad Saaw Dibanding Nabi Idris as
Berbuat Hanya Demi Allah Swt
Seorang dari pasukan musuh yang dipanggil Amr bin Abdawud, terkenal akan kekuatan, ahli berperang dan biasa mengatur pertempuran, dapat menyeberangi parit.
Pasukan kaum Muslimin pun ketakutan untuk melawannya. Hanya Sayyidina Ali ra yang mammpu menghadang lalu bertarung dengannya.
Terjadi pertempuran sengit satu lawan satu hingga akhirnya Sayyidina Ali ra dapat melemparkan Amr ke tanah dan menaiki dadanya, siap untuk menghabisinya.
Ketika Sayyidina Ali ra akan mengyunkan pedang terhadap musuh Islam ini, Amr meludah ke wajah Sayyidina Ali ra.
Orang-orang beryakinan, akibat hinaan ini Amr akan menemui ajalnya dengan cepat. Namun mereka keliru, Sayyidina Ali ra malah turun dari dada Amr dan berlalu pergi.
Melihat kesempatan itu, Amr kembali menyerang Sayyidina Ali ra dan kembali terjadi pertarungan sengit. Namun dalam waktu singkat, Sayyidina Ali ra kembali menjatuhkan Amr lalu kemudian menghabisinya.
Setelah pertempuran berakhir dan kemenangan di pihak Kaum Muslimin, orang-orang bertanya kepada Sayyidina Ali ra, mengapa ia tidak menghabisi Amr ketika mengalahkannya pertama kali.
Sayyidina Ali ra menjelaskan bahwa jika ia menghabisi Amr saat yang pertama dirobohkan, pasti tidak semata-mata demi Allah Swt, melainkan disertai pula dengan amarah akibat diludahi. Sehingga ia pun membebaskannya.
Setelah Sayyidina Ali ra dapat mengontrol amarahnya dan ia menjatuhkan Amr kedua kalinya, maka ia menghabisi Amr semata-mata demi Allah Swt.
Pesan Moral:
Sobat, walaupun niat perbuatan baik kita dimulai dengan tulus, hal itu dapat dengan mudah berubah. Jadi kita harus selalu meyakinkan diri, sehingga apapun yang kita lakukan hanya demi Allah Swt semata
Selasa, 11 November 2008
Asal usul lukisan Nabi Muhammad saw
Bertahun-tahun diterbitkan gambar yang disebut sebagai gambar masa mudanya Nabi Muhammad saw di Iran. Masyarakat Iran di samping menunjukkan rasa suka terhadap gambar itu, mereka juga mempertanyakan keabsahannya. Sebagian menyebutkan bahwa gambar itu dilukis oleh pendeta Buhaira yang sempat mengiringi Nabi Muhammad saw bersama pamannya ke Syam. Pada kenyataannya, banyak yang meragukan jawaban ini.
Tulisan berikut ini adalah usaha untuk mencari sumber asli gambar masa muda Nabi Muhammad saw. Para penulis berusaha mengargumentasikan dari mana asal gambar itu. Namun, kelihatannya, masalah ini senantiasa terbuka untuk dijadikan kajian.
Tulisan ini adalah hasil terjemahan yang dilakukan oleh Rasul Ja’fariyah dari makalah yang judul aslinya The Story of Picture Shiite Depictions of Muhammad, Pierree Centlivre & Micheline Centlivres-Demont dalam majalah ISIM Review 17, Spring 2006, hal 18-19.
Syiah Iran punya pengalaman yang cukup panjang dalam menggambarkan keluarga Nabi Muhammad saw dan Nabi sendiri. Pada akhir-akhir dekade 90 –an poster yang menggambarkan wajah Nabi Muhammad saw di cetak di Iran dan menjadi salah satu poster terlaris. Dalam poster itu menggambarkan wajah masa muda dari Nabi Muhammad saw.
Saat ini, poster ini dicetak dengan mempergunakan teknologi modern dengan alat dan teknik yang beragam. Sekalipun demikian, struktur gambar masih mempertahankan gaya tradisionalnya. Warna yang dipakai masih mempertahankan kesederhanaan. Namun, tetap saja memiliki kelebihan yang membedakannya secara mudah dari gambar yang lain seperti pedang Ali as yang memiliki dua mata.
Penggambaran yang akan kami bawakan berbeda dengan penggambaran sebelumnya. Gambar seorang pemuda tampan, mata sendu dan wajah yang menenangkan hati mengingatkan orang akan gambar-gambar di zaman Renaisan. Terutama gambar-gambar tentang pemuda yang dilukis oleh Caravagio seperti lukisan Boy Carrying a Fruit Basket yang berada di galeri Borghese, Roma dan lukisan Saint John The Baptist di museum Capitole. Kelembutan bak beludru, mulut yang setengah terbuka dan tatapan sendu.
Sekalipun ada beberapa naskah dari gambar ini, namun semuanya menunjukkan kesan muda dan di bawahnya tertulis “Muhammad Rasulullah”, bahkan sebagian memberikan informasi lebih detil tentang periode kehidupan Nabi ketika lukisan ini dilukis serta sumber lukisan sekaligus.
Penemuan menarik
Pada tahun 2004, ketika menyaksikan pameran foto dua orang seni rupa Lehnert dan Landrock, secara tidak disengaja akhirnya tersingkap juga sumber poster Iran itu. Itu dapat dilihat di foto Lehnert sepanjang tahun 1904-1906 yang diambilnya di Tunisia. Foto ini kemudian pada dekade 20 –an dicetak dalam kartu ucapan selamat.
Radolf Franz Lehnert (1878-1948) adalah warga negara Chekoslowakia sekarang. Pada tahun 1904 bersama Ernst Heinrich Landorck (1878-1966) berkebangsaan Jerman, bersama-sama menuju Tunisia. Lehnert sebagai fotografer dan Landrock sebagai penerbit dan direktur. Tahun sebelumnya, Lehnert pernah tinggal sebentar di Tunisia. Saat itulah ia jatuh cinta dengan alam di sana dan penduduknya. Keduanya membangun perusahaan L & L yang beroperasi di bidang penerbitan foto-foto dari pemandangan indah Tunisia dan Mesir. Hasilnya adalah ribuan foto dan kartu dengan gambar daerah ini yang dicetak.
Lehnert pernah mengenyam pendidikan di Yayasan Seni Grafis di Vienna. Ia punya hubungan dengan anggota Pictorialist yang menganggap foto sebagai karya seni. Foto-foto Lehnert tidak saja berbicara mengenai gurun pasir, bukit-bukit pasir, pasar dan kawasan penduduk Tunisia, tapi juga foto-foto dari remaja putra dan putri yang umurnya antara anak dan remaja dan masih memiliki wajah antara laki dan wanita. Foto-foto ini biasanya diambil sesuai dengan pesanan pembeli Eropanya. Foto tentang dunia Timur yang memberikan nuansa lain.
Lehnert sangat memanfaatkan kesempatan ini, namun ia juga mengolah kejeniusannya dalam menyiapkan karyanya. Foto-fotonya dicetak dalam bentuk perak, dalam bentuk gambar timbul dan dibuat dalam empat warna. Kebanyakan dari kartu ucapan selamatnya ini dicetak di Jerman sejak tahun 1920 dan disebarkan di Mesir.
Cetakan-cetakan dan teks yang sesuai
Tidak diragukan bahwa kartu yang ditunjukkan dalam bentuk 1, berdasarkan penomoran L & L, nomornya adalah 106 dikenal dengan poster Iran. Yang lebih menarik nama kartu nomor 106 adalah Muhammad. Ini dengan sendirinya dapat menunjukkan mengapa pelukis Iran menjadikannya sebagai model untuk lukisan Nabi Muhammad saw. Tidak ragu lagi, semua naskah yang ada dari foto ini menjadikan foto nomor 106 sebagai contoh dengan perbedaan bahwa naskah pertama lebih sesuai dengan foto yang asli. Dengan demikian, Lehnert tanpa disengaja ditempatkan dalam hati sebuah legenda.
Pertanyaan mengenai hubungan antara wajah Nabi Muhammad saw dan wajah remaja Tunisia belum mendapatkan jawabannya. Lukisan seorang remaja tertawa dengan mulut setengah terbuka, memakai sorban dan bunga melati di telinga. Wajah yang sama dalam kartu yang lain dengan judul Ahmad, seorang remaja Arab dan lain-lainnya.
Kami belum mampu menyingkap perjalanan foto yang dicetak di dekade 20 –an yang sampai di tangan penerbit Teheran dan Qom di dekade 90 –an. Namun, masih ada pertanyaan apa yang menyebabkan penerbit Iran menemukan adanya kesamaan antara wajah Nabi Muhammad semasa remajanya dengan seorang remaja Tunisia?
Sebelum perang dunia pertama, gambar Muhammad di majalah National Geographic pada bulan Januari tahun 1914 dalam sebuah artikel dengan judul “Inja va Anja Dar Shumal Afriqa” (Di sana dan di sini di Utara Afrika), di bawahnya tertulis “Arabi ba Yek Gol” (Seorang Arab dengan sebuah bunga). Pada dekade dua puluhan, kartu seri Tunisia L & L sangat disukai oleh tentara Prancis di Utara Afrika. Pada dekade 80 dan 90 –an banyak buku yang dicetak yang memuat foto-foto ini, namun judulnya bukan Muhammad.
Naskah Iran yang sekarang sudah ada perubahan. Wajah yang menipu itu masih terjaga, namun keindahan wajahnya agak berkurang. Pundak sebelah kirinya agak lebih tertutup dengan kain, mulut dan matanya sudah mengalami perbaikan. Secara umum dapat dikatakan bahwa seniman Iran berusaha untuk mengurangi sisi keindahan foto Lehnert, sehingga foto itu tidak lagi terlalu menarik dan diberikan tambahan agar terlihat sebagai orang suci.
Akar Kristen?
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, sebagian tulisan menganggap bahwa hasil karya ini punya hubungan dengan Kristen dan bukan Islam. Masalah ini memberi justifikasi tidak berdosanya seorang muslim melihat wajah Nabi atau melukiskannya. Lebih dari pada itu, orang-orang Kristen menganggap Nabi Muhammad saw sejak mudanya sebagai pribadi yang suci. Kisah pendeta Kristen Katolik atau Ortodoks bernama Buhaira menyimpulkan itu. Berdasarkan kisah itu, pada abad 9 atau 10 Buhaira berusaha mencari Nabi Muhammad saw berdasarkan tanda-tanda yang dimiliki Nabi di antara pundaknya. Nabi akan datang semestinya berkata: “Ketika saya menengok ke langit dan bintang-bintang, saya merasa di atas bintang-bintang”. Ini juga sebuah alasan disebagian gambar Nabi Muhammad saw ada latar belakang bintang-bintang.
Mengapa Al-Quran Turun Dengan Bahasa Arab Dan Bukan Dengan Bahasa Yang Lain?
Al-Quran turun dengan bahasa Arab dikarenakan Rasulullah Saw dan para Mukhatab pertamanya menggunakan bahasa tersebut. Satu hal lagi, nantinya akan timbul pertanyaan jika tidak berbahasa Arab; mengapa Al-Quran turun dengan bahasa lain, padahal para mukhatab awalnya berbahasa Arab? Al-Quran sendiri juga menyatakan dalam Ayat Fushilat, ayat ke-44:” Dan Jikalau kami jadikan Al Quran itu suatu bacaan dalam bahasa selain Arab, tentulah mereka mengatakan: “Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?” apakah (patut Al Quran) dalam bahasa asing sedang (rasul adalah orang) Arab?” Oleh karena itu, kondisi alamiah yang telah menuntut Al-Quran turun dengan bahasa Arab.
Hanya saja dengan merujuk kepada sebagian ayat-ayat suci Al-Quran, kita akan mendapati sisi-sisi lain dari turunnya kitab mulia ini dengan bahasa Arab. Berikut sisi-sisi tersebut:
1. Bahasa Arab merupakan faktor penting dalam rangka diterimanya Al-Quran oleh bangsa Arab saat itu. Allah berfirman:”Dan kalau Al Quran itu kami turunkan kepada salah seorang dari golongan bukan Arab, Lalu ia (Rasul) membacakannya kepada mereka (orang-orang kafir); niscaya mereka tidak akan beriman kepadanya.” (Syu’ara’, 198-199).
Dan wajar sekali jika agama Islam ingin tersebar ke seluruh penjuru dunia maka bangsa Arab yang hidup di kawasan tempat Rasul diutus harus menerimanya dan dari para mukmin inilah agama itu tersebar ke seluruh dunia.
2. Bahasa daerah (bahasa sendiri) itu lebih berpengaruh dari pada bahasa lain. Allah berfirman:”Kami tidak mengutus seorang Rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka.”(Ibrahim: 4)
3. Tantangan Al-Quran yang ditujukan kepada para pengingkarnya menuntut risalah ini dituang dalam sebuah bahasa yang dapat dipahami dan dimengerti oleh para mukhatab pertamanya. Allah berfirman:”Dan jika kalian (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolong kalian selain Allah, jika kalian orang-orang yang benar.” (Al-Baqarah, 23)
Atau dalam Surah Yunus disebutkan:”Atau (patutkah) mereka mengatakan “Muhammad membuatnya.” Katakanlah: “(Kalau benar yang kalian katakan itu), Maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kalian panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kalian orang-orang yang benar.”(Yunus, 38)
Kisah Perkawinan Terheboh Dalam Al-Quran
Allah Swt dalam al-Quran, menyebutkan sebuah kisah yang layak diamati dan dianalisa dari pelbagai segi. Kisah ini perlu dihayati karena selain nama surah terpanjang al-Quran diambil dari kisah tersebut (Baqarah: sapi betina), kisah ini –sama dengan kisah-kisah al-Quran yang lain- menyimpan pelajaran-pelajaran untuk umat manusia.
Kisah yang bisa dikatakan paling detail yang terdapat dalam surah Al-Baqarah atau bahkan dalam al-Quran ini, terjadi di masa nabi Musa a.s.
Saat itu, hidup seorang anak muda yang berprofesi sebagai pedagang bahan makanan. Dia pemuda santun yang menghiasi dirinya dengan budi pekerti yang luhur. Satu hari, sebagaimana hari-hari biasa, datang seorang pembeli yang bermaksud membeli Gandum dalam skala besar dan tentunya akan mendatangkan keuntungan yang besar baginya. Setelah transaksi terjadi dan bermaksud mengambil barang ke gudang, sang pemuda melihat gudang lagi tertutup dan kuncinya berada di kantong ayahnya yang lagi tertidur.
Pemuda yang terdidik ini sangat hormat dan patuh kepada orang tuanya, akhirnya meminta maaf dari pembelinya dengan berkata:” Maaf, saya tidak dapat memberikan gandum yang Anda inginkan karena kunci gudang berada di tangan yang sekarang lagi tidur, dan aku tidak rela beliau terbangun dan terganggu waktu istirahatnya. Oleh karena itu, jika anda mau bersabar hingga ayahku bangun, aku akan memberikan diskon untukmu, jika tidak, silahkan beli dari tempat lain!”
“Aku akan membelinya lebih mahal lagi, bawa barangnya kemari dan jangan tunggu apa-apa lagi! Cepat bangunkan ayahmu!” Sergah sang pembeli. Sang pemuda menjawab:”tidak, aku tidak akan mau melakukannya, tolong jangan minta itu lagi dariku, aku lebih senang ayahku tenang beristirahat daripada aku mendapatkan untung besar.”
Akhirnya setelah tarik-ulur tersebut sang pemuda tetap tidak mau membangunkan ayahnya dan sang pembeli tidak mau menunggu lalu pergi ke tempat lain.
Selang beberapa jam kemudian, sang ayah terbangun dari tidurnya; melihat anaknya sedang mondar-mandir di halaman rumah. “Anakku, kenapa jam sekian engkau menutup toko dan pulang ke rumah”! sergah sang ayah. Peristiwa tadi akhirnya diceritakan oleh sang pemuda. Setelah mendengar kisah tersebut, sang ayah merasa sangat gembira dan berbunga-bunga hatinya. Dia bersyukur kepada Allah seraya berkata:” Ya Allah terima kasih, Engkau telah menganugerahkan diriku seorang anak yang penuh kasih sayang.” Lalu dia berkata kepada anaknya:” sebenarnya aku rela, engkau bangunkan diriku sehingga engkau tidak kehilangan keuntungan besar seperti itu, akan tetapi karena engkau telah menghormati ayahmu, maka untuk menebus keuntungan yang lenyap itu aku akan memberikan anak sapiku kepadamu dan semoga Allah memberikan keuntungan yang lebih besar lagi melalui anak sapi tersebut.”
Tiga tahun berlalu, anak sapi tersebut hari demi hari semakin besar dan sekarang telah menjelma seekor sapi sempurna.
Di tempat lain, di salah satu keluarga Bany Israel, hidup seorang anak perawan cantik nan rupawan serta beradab. Begitu banyak para pemuda yang datang untuk melamarnya. Di antara mereka dua sepupunya sendiri; salah satunya adalah pemuda bertakwa dan berpendidikan tapi kere alias miskin, sedangkan sepupu satunya kaya raya namun kosong dari spiritualitas dan agama. Di benak sang gadis hanya dua pemuda ini yang terlintas. Akhirnya dia meminta waktu satu Minggu untuk menentukan pilihannya.
Dalam kurun waktu itu, dia selalu berpikir demikian:” Jika sepupuku yang beragama itu yang ku pilih, maka aku harus siap hidup melarat, namun aku akan ditemani oleh orang yang baik dan cinta tuhan. Jika aku memilih sepupuku yang kaya, bisa jadi dalam beberapa waktu, aku akan hidup dalam kesejahteraan, akan tetapi aku akan menjauh dari keutamaan moral dan terjerembab dalam kesengsaraan abadi.”
Setelah berpikir dan berembuk dengan kedua orang tuanya, akhirnya si gadis mengambil keputusan untuk kawin dengan sepupunya yang beragama. Sepupu yang kaya raya, saat menyadari bahwa pujaan hatinya memilih orang lain, dirinya merasa hancur, perasaan iri dan dengki merebak. Kemudian dia berencana untuk membinasakan rivalnya tersebut.
Diundanglah saingannya yang tak lain sepupunya sendiri tersebut ke rumahnya, setelah acara jamuan makan selesai, dia memohon tamunya untuk menginap. Akhirnya pada penghujung malam dia melaksanakan rencana busuknya untuk membunuh sepupunya tersebut. Hal itupun terjadi, dan untuk menghilangkan jejak, mayatnya diletakkan di kawasan elite Bani Israel. Dengan ini dia merasa seperti orang yang memanah dan mengenai dua bidikian dengan satu anak panah; pertama, sang gadis terpaksa akan jatuh ke pelukannya, kedua uang diyah akan mengalir kepada dirinya karena korban tidak memiliki Ahli waris selain dirinya dan dengan itu dia dapat mengadakan acara resepsi perkawinan.
Saat orang-orang pada pagi hari keluar dari rumahnya, mereka melihat sebuah jasad yang berlumuran darah. Upaya apapun yang mereka lakukan tetap tidak mampu mengidentifikasi mayat tersebut, sehingga mereka melaporkan hal ini kepada Nabi Musa a.s. Untuk itu, beliau melarang Bani Israel untuk pergi pergi ke tempat kerja mereka dan hendaknya mengidentifikasi pembunuh dan korban. Hal ini disebabkan pembunuhan saat itu di kalangan bani Israel sangat penting. Mereka berupaya semaksimal mungkin untuk menjalankan perintah Nabi Musa a.s., akan tetapi usaha mereka tidak membuahkan hasil.
Mendekati waktu zuhur, si pembunuh keluar dari rumahnya dan melihat kondisi kota dalam keadaan kacau balau, masyarakat akhirnya menyerah tak mampu melakukan apa-apa lagi. Dengan berpura-pura tidak mengetahui peristiwa yang terjadi, anak muda itu bertanya yang kemudian dijawab bahwa tadi malam ada seseorang yang telah dibunuh dan di temukan di salah satu perkampungan . Nabi Musa memerintahkan untuk mencari pembunuh tersebut sehingga keluarga korban dapat mengqishasnya. Si pemuda mulai mendekati jenazah itu dan membuka kain penutup jenazah sambil melihat wajahnya. spontan dia berteriak seperti orang yang tertimpa musibah, dia memukuli kepala dan wajahnya sendiri seraya berkata: Ohoii… Ohoii.. ini adalah sepupuku, carilah pembunuhnya, aku sendiri yang akan mengqishasnya atau diyahnya yang aku ambil.
Ketika jasad dihadirkan dihadapkan nabi Musa dan setelah beliau mengetahui bahwa pemuda ini ada hubungan kekeluargaan dengan korban, beliau berkata: “Penduduk tempat itu harus menemukan pembunuh aslinya atau 50 orang dari mereka bersumpah bahwa mereka tidak mengetahui pembunuhnya dan membayar diyah.”
Bani Israel berkata: “Wahai Nabi, kenapa kita yang tidak bersalah harus membayar diyah, tanyakanlah kepada tuhanmu supaya kita mengetahui siapa pembunuh sebenarnya dan kita akan bebas dari tuduhan ini.” Nabi Musa menjawab: “Untuk saat ini, inilah hukum Allah dan aku tidak mau melanggar hukum-Nya.” Saat itu juga, wahyu datang kepada nabi Musa: “Wahai Musa! sekarang mereka tidak setuju dengan hukum zahirmu maka sekarang perintahkan mereka untuk menyembelih seekor sapi lalu pukulkanlah sebagian dari anggota badan sapi pada jasad tersebut, niscaya Aku akan menghidupkannya kembali dan dia sendiri yang akan menentukan pembunuhnya.” Allah Swt menuturkan kisah ini dalam al-Quran seraya berkata:
وَ اِذْ قالَ مُوْسى لِقَوْمِهِ اِنَّ اللّهَ يَاءْمُرُكُمْ اَنْ تَذْبَحُوا بَقَرَهً قالُوا اَتتّخذنا هُزُواً قالَ اَعُوذُ بِاللّهِ اَنْ اَكُونَ مِنَ الْجاهِلينَ
“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Sesungguhnya Allah menyuruh kalian untuk menyembelih seekor sapi betina (lalu pukulkanlah bagian dari sapi itu ke tubuh jenazah yang tidak diketahui pembunuhnya itu sehingga ia bangun dari kematiannya dan memberitahukan siapa pembunuhnya yang sebenarnya)”. Mereka berkata, “Apakah engkau memperolokkan kami?” Ia menjawab, “Aku berlindung kepada Allah agar tidak termasuk golongan orang-orang yang bodoh”
قالُوا ادْعُ لَنا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَنا ماهِىَ، قالَ اِنَّهُ يقول اِنَّها بَقَرَةً لا فارِضٌ وَ لا بِكْرٌ عَوانٌ بَيْنَ ذلِكَ فَافْعَلُوا ما تُؤْمَرُونَ
“Mereka berkata, “Mohonlah kepada Tuhanmu agar Ia menerangkan kepada kami sapi betina apakah itu!” Musa menjawab, “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa ia adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan di antara itu. Maka kerjakanlah apa yang telah diperintahkan kepada kalian.”
قَالُوْا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّن لَّنَا مَا لَوْنُهَا قَالَ إِنَّهُ يَقُوْلُ إِنّهَا بَقَرَةٌ صَفْرَاءُ فَاقِعٌ لَّوْنُهَا تَسُرُّ النَّاظِرِيْنَ
Mereka berkata, “Mohonlah kepada Tuhanmu agar Ia menerangkan kepada kami apa warnanya”. Musa menjawab, “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa (warna) sapi betina itu adalah kuning tua (yang merata) nan menyenangkan orang-orang yang memandangnya.”
قَالُوْا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّن لَّنَا مَا هِيَ إِنَّ البَقَرَ تَشَابَهَ عَلَيْنَا وَإِنَّآ إِنْ شَاءَ اللَّهُ لَمُهْتَدُوْنَ
Mereka berkata, “Mohonlah kepada Tuhanmu agar Ia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami dan jika Allah menghendaki (dengan keterangan yang telah kau berikan) kami akan mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi itu).”
قَالَ إِنَّهُ يَقُوْلُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ لاَّ ذَلُوْلٌ تُثِيْرُ الْأَرْضَ وَ لاَ تَسْقِي الْحَرْثَ مُسَلَّمَةٌ لاَّ شِيَةَ فِيْهَا قَالُوْا الْآنَ جِئْتَ بِالْحَقِّ
…Musa berkata, “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa ia adalah sapi betina yang belum pernah digunakan untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat (dan) tidak ada belangnya.” Mereka berkata, “Sekarang barulah engkau menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya”…
Setelah mendengar ciri-ciri sapi tersebut, Bani Israel mencari sapi yang memiliki ciri-ciri ini, usaha apapun yang mereka lakukan tetap tidak membuahkan hasil hingga pada akhirnya mereka mendapatkannya di rumah seorang pemuda. Ia, pemuda itu adalah penjual gandum yang kami ceritakan di awal tadi.
Bani Israel datang ke rumah sang pemuda dan bermaksud untuk membeli sapi tersebut. Pemuda ini merasa senang ketika mendengar apa yang terjadi, dia berkata: “kalau begitu aku harus meminta izin dari ibuku.” Diapun datang ke ibunya dan bermusyawarah dengannya. “juallah dengan harga dua kali lipat” ujar sang ibu. Bani Israel ketika mengetahui harga sapi tersebut berkata: “Apa-apaan ini mana mungkin sapi biasa dijual dua kali lipat dari harga pasaran?!” Kemudian mereka mengadu kepada Nabi Musa seraya melaporkan hal tersebut.
“Kalian harus membelinya karena ini adalah perintah Allah.”, Kata beliau. Mereka kembali lagi dan berkata kepada pemuda tersebut:” tak ada jalan lain, kita harus membelinya walaupun harganya dua kali lipat, pergi dan ambillah sapi itu!” Lagi-lagi pemuda itu meminta izin kepada ibunya. Ibunya menjawab:” Wahai anakku juallah sapimu dengan dua kali lipat dari harga sebelumnya. Ketika mendengar ungkapan itu mereka terheran-heran dan marah seraya berkata: “kita tidak akan membeli seekor sapi dengan 4 kali lipat dari harga pasaran.”
Akhirnya mereka kembali lagi kepada nabi Musa dan menceritakan apa yang mereka hadapi. Beliau berkata: “kalian harus membelinya, karena ini adalah perintah Allah.” Kemudian mereka kembali lagi. Untuk kesekian kalinya, ibu itu berkata:” Anakku sayang! Katakan kepada mereka, karena kalian pergi dan tidak membeli sapiku kemarin, maka sekarang aku mau menjualnya dengan dua kali lipat dari harga sebelumnya (8 kali lipat dari harga asli). Bani Israel kembali lagi dan tidak mau membelinya. Dan setiap kali mereka kembali untuk membelinya, harga sapi tersebut bertambah dua kali lipat. Mungkin hal inilah yang membuat Allah berfirman di penghujung ayat terakhir: وَ مَا كَادُوْا يَفْعَلُوْنَ “… dan hampir saja mereka tidak dapat melaksanakan perintah itu.”
Sehingga akhirnya sapi itu dibeli juga dengan harga yang mahal yaitu sejumlah emas yang cukup untuk ditempel di badan sapi. Setelah membelinya, mereka menyembelih sapi tersebut, menguliti kulitnya dan memenuhinya dengan emas dan kemudian diserahkan kepada pemiliknya (pemuda). Nabi Musa datang kemudian shalat seraya mengangkat tangannya ke langit lalu berdoa:” Ya Allah aku bersumpah demi kehormatan Muhammad dan keluarganya hidupkanlah kembali jasad ini.!” Kemudian sebagian dari ekor sapi itu diambil dan dipukulkannya ke jenazah tersebut, pada akhirnya jasad tersebut hidup kembali dan menunjuk pembunuhnya dan menjelaskan kronologi pembunuhan.
Setelah mukjizat terjadi, Bani Israel saling berkata satu sama lain: “kita tidak tahu mana yang penting sebenarnya, mukjizat dihidupkannya orang mati ini atau proses memilyalderkan kampung itu.
Nabi Musa a.s. memerintahkan untuk mengqishas pembunuh tersebut. Dan pemuda yang tidak berdosa itu hidup kembali, dia meminta kepada nabi Musa untuk diberikan umur kembali. Allah Swt memberi khabar gembira kepada nabi Musa bahwa dia akan hidup selama 70 tahun. Kemudian nabi Musa mengawinkannya dengan gadis suci dan terhormat itu. Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Allah Swt pada hari kiamat tidak akan memisahkan dua pasangan ini dan status mereka di surga tetap sebagai suami istri.
Ibrah dan poin-poin penting dari kisah ini
Dalam kisah Ini, terdapat beberapa pelajaran penting yang dapat diambil:
- Kisah ini menceritakan pentingnya menghormati ayah dan ibu, di mana Allah Swt sangat memperhatikan orang yang menghormati kedua orang tuanya dan Allah memberi pahala khusus kepada mereka yang menghormati kedua orang tuanya baik dunia maupun di akhirat.
- Dari kisah ini kita juga memahami bahwa wanita salihah akan diperuinting oleh pemuda-pemuda salih. Sebagaimana al-Quran menyebutkan: (وَالطَّيِّباتُ لِلطَّيِّبينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّباتِ)
- Khianat kepada sesama, berakibat fatal di dunia dan di akhirat.
- Dalam kisah ini Kita bisa melihat salah satu dari mukjizat Allah Swt.
- Kehendak ilahi lebih didahulukan dari pada keinginan manusia.
- Kerelaan tuhan lebih penting dari semua pekerjaan, bahkan perdagangan atau perniagaan yang banyak menghasilkan laba.
- Dalam memilih suami, wanita hendaknya berpikir jernih, jangan sampai terjerumus ke dalam lembah syahwat dan tidak silau terhadap kemilau harta benda.
- Orang-orang yang salih dan cinta tuhan pada akhirnya akan menang dan berhasil, walaupun kemenangan tersebut tertunda dan diliputi oleh masalah, karena Allah Swt bwesabda:
Rabu, 05 November 2008
Peristiwa Muharram........
اَللّهُمَّ اَنْتَ الاِْلهُ الْقَديمُ وَهذِهِ سَنَةُ جَديدَةُ فَاَسْئَلُكَ فيهَا الْعِصْمَةَ مِنَ الشَّيْطانِ وَالْقُوَّةَ عَلى هذِهِ النَّفْسِ الاَْمّارَةِ بِالسّوءِ وَالاِْشْتِغالَ بِما يُقَرِّبُنى اِلَيْكَ يا كَريمُ يا ذَا الْجَلالِ وَالاِْكْرامِ يا عِمادَ مَنْ لا عِمادَ لَهُ يا ذَخيرَةَ مَنْ لا ذَخيرَةَ لَهُ يا حِرْزَ مَنْ لا حِرْزَ لَهُ يا غِياثَ مَنْ لا غِياثَ لَهُ يا سَنَدَ مَنْ لا سَنَدَ لَهُ يا كَنْزَ مَنْ لا كَنْزَ لَهُ يا حَسَنَ الْبَلاءِ يا عَظيمِ الرَّجاءِ يا عِزَّ الضُّعَفآءِ يا مُنْقِذَ الْغَرْقى يا مُنْجِىَ الْهَلْكى يا مُنْعِمُ يا مُجْمِلُ يا مُفْضِلُ يا مُحْسِنُ اَنْتَ الَّذى سَجَدَ لَكَ سَوادُ اللَّيْلِ وَنُورُ النَّهارِ وَضَوْءُ الْقَمَرِ وَشُعاعُ الشَّمْسِ وَدَوِىُّ الْمآءِ وَحَفيفُ الشَّجَرِ يا اَللهُ لا شَريكَ لَكَ اَللّـهُمَّ اجْعَلْنا خَيْراً مِمّا يَظُنُّونَ وَاغْفِرْ لَنا ما لا يَعْمَلُونَ وَلا تُؤاخِذْنا بِما يَقُولُونَ حَسْبِىَ اللهُ لا اِلـهَ اِلاّ هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظيمِ آمَنّا بِهِ كلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنا وَما يَذَّكَّرُ اِلاّ اُولُوا الاَْلْبابِ رَبَّنا لا تُزِغْ قُلُوبَنا بَعْدَ اِذْ هَدَيْتَنا وَهَبْ لَنا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً اِنَّكَ اَنْتَ الْوَهّابُ .
“Ya Allah, Engkaulah Tuhan Yang Maha Qadim. Inilah tahun baru, aku memohon kepada-Mu penjagaan dari setan, kekuatan terhadap jiwa yang selalu memerintahkan pada keburukan, dan kesibukan yang selalu mendekatkan diri kepada-Mu. Wahai Yang Maha Mulia, wahai Yang Memiliki keagngan dan kemuliaan. Wahai Sandaran bagi setiap yang tak memiliki sandaran, wahai Simpanan bagi setiap yang tak memiliki simpanan, wahai Penjagaan bagi yang tak memiliki penjagaan, wahai Perlindungan bagi yang tak memiliki perlindungan, wahai Sandaran bagi yang tak memiliki sandaran, wahai Simpanan bagi yang tak memiliki simpanan, wahai Yang Terbaik dalam memberi ujian, wahai Harapan yang paling besar, wahai Yang Memuliakan orang-orang yang lemah.
Wahai Yang Mennyelamatkan orang yang tenggelam, wahai Yang Menyelamatkan orang yang binasa, wahai Yang Memberi keindahan, wahai Yang Memberi karunia, wahai Yang Memberikan kebaikan.
Hanya kepada-Mu sujud kegelapan malam dan cahaya siang, cahaya bulan dan sinar matahari, gemericik air dan desir pepohonan.
Ya Allah, tiada sekutu bagi-Mu. Ya Allah, jadikan bagi kami kebaikan apa yang mereka perkirakan. Ampuni kami apa yang mereka tidak ketahui. Jangan siksa kami dengan apa yang mereka katakan. Cukuplah bagiku Allah sebagai pelindung, tiada Tuhan kecuali Dia, kepada-Nya aku bertawakkal. Dialah Tuhan Arasy yang agung. Kami beriman kepada-Nya apa yang datang dari sisi Tuhan kami, dan tidak akan mengingat-Nya kecuali orang-orang yang berpikir.
Duhai Tuhan kami, jangan nodai hati kami sesudah Kau bimbing kami. Anugrahkan kepada kami rahmat dari sisi-Mu, sesungghnya Engkau Maha Memberi karunia.”
Hari ketiga adalah hari Nabi Yusuf (as) dibebaskan dari penjara. Disunnahkan berpuasa pada hari pertama hingga hari kesembilan. Hari kesepuluh adalah hari yang dikenal dengan hari Asyura, hari terbunuhnya Al-Husein (sa) cucu Rasulullah saw di Padang Karbala, hari puncak kesedihan bagi keluarga Nabi saw dan para pengikutnya. Pada hari ini disunnahkan membaca doa ziarah kepada cucu Rasulullah saw, Al-Husein (sa) dan membaca doa hari Asyura. (Mafatihul Jinanm bab 2, halaman 286)
Ziarah 10 Muharram penuh haru..hiks..hiks....
Al-Husein (sa) adalah sosok pribadi yang tegas, tidak pernah kompromi dengan kezaliman. Ia bertekad memperjuangkan kebenaran dan keadilan sebagaimana yang diajarkan oleh ayah dan kakeknya. Sejarah mencatat bahwa Al-Husein (sa) adalah sosok manusia yang paling dicintai oleh Rasulullah saw. Karena pribadinya yang tegas, tidak mau kompromi dengan kezaliman, akhirnya pada 10 Muharram 61 H Al-Husein dan rombongannya yang terdiri dari keluarganya dan sebagian sahabat-sahabat Nabi saw dibantai di Karbala. Maka selayaknya kita sebagai ummat Rasulullah saw merasa prihatin terhadap kejadian itu, menyampaikan salam dan ziarah kepadanya dan para syuhada’ yang bersamanya. Berikut ini tek ucapan salam dan ziarah kepadanya:
Salam atasmu duhai Aba Abdillah
Salam atasmu duhai putera Rasulullah
Salam atasmu duhai putera Amirul mukminin, putera penghulu para washi
Salam atasmu duhai putera Fatimah penghulu perempuan semesta alam
Salam atasmu ya Tsarallah wabna Tsarih wal-Mitral Mawtur
Salam atasmu dan semua Arwah yang bergabung di halaman kediamanmu
Sepanjang hidupku, selama siang dan malam, aku akan selalu mendoakanmu semoga Allah melimpahkan kedamaian-Nya kepadamu semua.
Salam atasmu duhai Aba Abdillah dan semua Arwah yang bergabung di halaman kediamanmu. Kupanjatkan doa sepanjang hidupku, siang dan malam, semoga Allah senantiasa melimpahkan kedamaian-Nya kepadamu. Semoga Allah tidak menjadikan ziarahku ini sebagai ziarah yang terakhir kepadamu.
Salam pada Al-Husein, salam pada Ali putera Al-Husein, salam pada semua putera Al-Husein, salam pada semua sahabat Al-Husein.
Ya Allah, hidupkan aku seperti kehidupan Muhammad dan keluarga Muhammad, dan matikan aku seperti wafatnya Muhammad dan keluarga Muhammad…..
(Mafatihul Jinan, bab 3, Pasal 7, halaman 456)
Hiks...10 Muharram.......
Peristiwa Karbala yang menimpa Al-Husein bin Ali bin Abi Thalib (sa) jauh sebelumnya telah diberitakan oleh malaikat Jibril kepada Rasulullah saw. Ummu Salamah isteri tercinta Rasulullah saw menuturkan: Ketika hendak tidur Rasulullah saw gelisah, ia berbaring kemudian bangun, berbaring dan bangun lagi. Aku bertanya kepadanya: Mengapa engkau gelisah ya Rasulallah? Rasulullah saw menjawab: “Baru saja Jibril datang kepadaku memberitakan bahwa Al-Husein akan terbunuh di Karbala. Ia membawa tanah ini dan simpanlah tanah ini. Jika tanah ini kelak telah berubah warna menjadi merah pertanda Al-Husein telah terbunuh.” Ummu Salamah menyimpan tanah itu.
Al-Husein (sa) mengajak keluarganya dan sahabat-sahabat Nabi saw yang masih hidup saat itu untuk bergabung bersamanya. Sebelum meninggalkan kota Madinah, Al-Husein (sa) pergi berziarah ke pusara kakeknya Rasulullah saw. Di kubur Kakeknya ia membaca doa dan menangis hingga larut malam dan tertidur. Dalam tidurnya ia mimpi Rasulullah saw datang kepadanya, memeluknya dan mencium keningnya. Dalam mimpinya Rasulullah saw berpesan: “Wahai Husein, ayahmu, ibumu dan kakakmu menyampaikan salam padamu, mereka rindu kepadamu ingin segera berjumpa denganmu. Wahai Husein, tidak lama lagi kamu akan menyusulku dengan kesyahidanmu.” Lalu Al-Husein terbangun.
Di kubur kakeknya Al-Husein berjanji dan bertekah untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, menyampaikan Islam sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah dan Rasul-Nya. Kemudian Ia mendatangi keluarganya dan mengajak sebagian sahabat-sahabat Nabi saw yang masih hidup saat itu untuk bergabung bersamanya.
Ketika akan meninggalkan kota Madinah menuju ke Irak, Al-Husein pamet kepada Ummu Salamah, ia menangis dan mengantarkannya dengan linangan air mata, ia terkenang saat bersama Rasulullah saw dan teringat akan pesan yang disampaikan kepadanya.
Kini Al-Husein dan rombongannya berangkat menuju Irak. Karena lelahnya perjalanan yang cukup jauh, Al-Husein dan rombongan yang tidak lebih dari 73 orang berhenti di padang Karbala. Rombongan Al-Husein (sa) terdiri dari keluarganya dan sebagian sahabat-sahabat Nabi saw. Mereka memancangkan kemah-kemah di padang Karbala untuk berteduh dari sengatan panas matahari dan istirahat karena lelahnya perjalanan yang cukup jauh.
Deru suara kuda terdengar dari kejauhan. Semakin lama suara itu semakin jelas bahwa suara itu adalah suara deru kuda pasukan Ibnu Ziyad yang jumlahnya ribuan. Rombongan Al-Husein yang jumlahnya tidak lebih dari 73 orang terdiri dari: anak-anak kecil dan wanita dari keluarganya, dan sebagian sahabat-sahabat Nabi saw. Mereka harus berhadapan dengan ribuan pasukan Ibnu Ziyad gubernur pilihan Yazid bin Muawiyah.
Karena jauhnya perjalanan Al-Husein dan rombongannya kehabisan bekal. Mereka dalam keadaan haus dan lapar. Sebagian dari mereka berusaha mengambil air dari sungai Efrat, tapi mereka dihadang oleh pasukan Ibnu Ziyah. Mereka tetap berusaha keras mengambil air untuk dipersembahkan kepada Al-Husein dan keluarganya serta rombongan yang kehausan. Tapi mereka gagal karena diserang oleh anak-anak panah pasukan Ibnu Ziyah, dan mereka berguguran menjadi syuhada’.
10 Muharram 61 H, pasukan Ibnu Ziyad mulai melakukan serangan pada rombongan Al-Husein yang dalam keadaan haus dan lapar. Salah seorang pasukan melancarkan anak panah pada leher anak Al-Husein yang masih bayi dan berada dalam pangkuan ibunya, sehingga mengalirlah darah dari lehernya dan meninggallah bayi yang tak berdosa itu.
Pada sore hari 10 Muharram 61 H, pasukan Al-Husein banyak yang berguguran. Sehingga Al-Husein (sa) tinggallah seorang diri dan beberapa anak-anak dan wanita. Dalam keadaan haus dan lapar di depan pasukan Ibnu Ziyad , Al-Husein (sa) berkata: “Bukalah hati nurani kalian, bukankah aku adalah putera Fatimah dan cucu Rasulullah saw. Pandanglah aku baik-baik, bukankah baju yang aku pakai adalah baju Rasululah saw.”
Tapi sayang seribu sayang karena emeng-emeng hadiah jabatan dan materi dari Ibnu Ziyah dan Yazid bin Muawiyah, kecuali Al-Hurr pasukan Ibnu Ziyad tidak memperdulikan ajakan Al-Husein (sa), mereka menyerang Al-Husein yang tinggal seorang diri. Serangan itu disaksikan oleh Zainab (adiknya), Syaherbanu (isterinya), Ali bin Husein (puteranya), dan rombongan yang masih hidup yang terdiri dari wanita dan anak-anak. Pasukan Ibnu Ziyad melancarkan anak-anak panah pada tubuh Al-Husein, dan darah mengalir dari tubuhnya yang sudah lemah. Akhirnya Al-Husein terjatuh di tengah-tengah mayat para syuhada’ dari pasukannya.
Melihat Al-Husein terjatuh dan tak berdaya, Syimir dari pasukan Ibnu Ziyah turun dari kudanya, menginjak-injakkan kakinya ke dada Al-Husein, lalu menduduki dadanya dan menghunus pedang, kemudian menyembelih leher Al-Husein yang dalam kehausan, sehingga terputuslah lehernya dari tubuhnya. Menyaksikan peristiwa yang tragis ini Zainab dan isterinya serta anak-anak kecil menangis dan menjerit tragis. Tidak hanya itu kekejaman Syimir, ia melemparkan kepala Al-Husein yang berlumuran ke kemah Zainab. Semakin histeris tangisan Zainab dan isterinya menyaksikan kepala Al-Husein yang berlumuran darah berada di dekatnya.
Zainab menangis dan menjerit, jeritannya memecah suasana duka. Ia merintih sambil berkata: Oh… Husein, dahulu aku menyaksikan kakakku Al-Hasan meninggal diracun oleh orang terdekatnya, dan kini aku harus menyaksikan kepergianmu dibantai dan disembelih dalam keadaan haus dan lapar.
Ya Allah, ya Rasullallah, saksikan semua ini. Al-Husein telah meninggalkan kami dibantai di Karbala dalam keadaan haus dan lapar. Dibantai oleh ummatmu yang mengharapkan syafaatmu. Ya Allah, ya Rasulallah Akankah mereka memperoleh syafaatmu sementara mereka menghinakan keluargamu, dan membantai Al-Husein yang paling engkau cintai?
10 Muharram 61 H, bersamaan akan tenggelamnya matahari, mega merah pun mewarnai kemerahan ufuk barat, saat itulah tanah Karbala memerah, banjiri darah Al-Husein (sa) dan para syuhada’ Karbala. Bumi menangis, langit dan penghuinya berduka atas kepergian Al-Husein (sa) pejuang kebenaran dan keadilan.
Dari sebagian sumber riwayat menuturkan bahwa sejak kepergian Al-Husein dari Madinah Ummu Salamah selalu memperhatikan tanah yang dititipkan oleh Rasulullah saw, saat Al-Husein terbunuh tanah itu berubah warna menjadi merah, Ummu Salamah menangis, teringat pesan-pesan Rasulullah saw dan terkenang saat-saat bersamanya.
Kini rombongan Al-Husein (sa) yang masih hidup tinggallah: Zainab dan isterinya, Ali putra Al-Husein yang sedang sakit, dan sisa rombongannya yang masih hidup yang terdiri dari anak-anak dan wanita. Mereka diikat rantai dan digiring dalam keadaan haus dan lapar, dari karbala menuju kantor gubernur Ibnu Ziyad yang kemudian mereka digiring ke istana Yazid bin Muawiyah di Damaskus. Dalam keadaan lemah, lapar dan haus, mereka dirantai dan digiring di sepanjang jalan kota Kufah. Mereka disaksikan oleh penduduk Kufah yang berbaris di sepanjang jalan. Mereka menundukkan kepala, malu dengan sorotan mata yang memandangi mereka.
Kini sisa rombongan Al-Husein digiring ke istana Yazid bin Muawiyah. Sebagian pasukan membawa kepala Al-Husein untuk dipersembahkan kepada Yazid. Dengan mempersembahkan kepala Al-Husein dan tawanan wanita dan anak kecil yang sebagian dari mereka adalah cucu dan keturunan Nabi saw, mereka berharap mendapatkan imbalan jabatan dan materi sebagaimana yang telah dijanjikan oleh Yazid bin Muawiyah. Kini tiba saatnya Yazid, Ibnu Ziyad, para pejabat dan pasukannya berpesta di istana, merayakan kemenangannya.
Duhai para pejuang kebenaran dan keadilan, hati siapa yang tidak teriris dan berduka menyaksikan tragedi Karbala?
Duhai para pecinta Rasulullah dan keluarganya, hati siapa yang tidak merasa sedih dan iba menyaksikan keluarga Nabi saw dirantai dan digiring di sepanjang kota Kufah
dalam keadaan haus dan lapar lalu dihinakan di istana Yazid bin Muawiyah?
Duhai kaum muslimin dan ummat Rasulullah saw, peristiwa apalagi dalam sejarah manusia yang lebih tragis dari peristiwa Karbala?
Duhai orang-orang yang lemah dan tertindas, hati siapa yang tidak tesentuh dan terbangkitkan oleh semangat darah Al-Husein dan para syuhada’ Karbala?
Duhai kaum muslimin dan mukminin ummat Rasulullah saw, masih adakah hati yang keberatan menyampaikan salam dan ziarah kepada Al-Husein (sa) dan para syuhada’ Karbala?
Mari kaum muslimin, para pecinta kebenaran dan keadilan kita ucapkan salam:
اَلسَّلامُ عَلَى الْحُسَيْنِ وَعَلى عَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ وَعَلى اَوْلادِ الْحُسَيْنِ وَعَلى اَصْحابِ الْحُسَيْنِ.
Assalâmu ‘alal Husayn wa ‘alâ Aliyibnil Husayn wa ‘alâ awlâdil Husayn wa ‘alâ ashhâbil Husayn.
Salam pada Al-Husein, salam pada Ali bin Husein, salam pada semua putera Al-Husein, dan salam pada semua sahabat Al-Husein.
Tragedi cucunda nabi penghulu pemuda surga
Tragedi Karbala terjadi pada 10 Muharram 61 H. Peristiwa ini dikenal dengan peristiwa Asyura. Hampir semua kaum muslimin di Indonesia mengenal Asyura. Sehingga
di Padang, Riau dan Aceh diadakan upaca Tabut, bahkan tarian Saman Aceh diduga sebagai jejak upacara ratapan Asyura, di Jawa diadakan upacara saling antar bubur Suro, tidak melangsung ucapara bersenang-senang seperti perkawinan dan lainnya, juga di Madura ditradisikan saling antar bubur pedas, juga masyarakat muslim di daerah-daerah nelayan enggan melaut, semua ini menyimbolkan kepedihan Asyura, tragedi Karbala.
Peristiwa Karbala adalah peristiwa dimana kebenaran dengan kebatilan, keadilan dengan kezaliman saling berhadapan. Semestinya tidak ada seorang pun muslim yang meragukan peristiwa ini, yakni dengan bersikap netral. Ketika Al-Husein bin Abi Thalib (sa) dan pasukannya berhadapan dengan Yazid bin Muawiyah dan pasukannya, maka ini berarti telah berhadapan antara kebenaran dengan kebatilan, keadilan dengan kezaliman, para pecinta jabatan dengan pecinta Allah, dan pelahap dunia dengan pengharap akhirat. Dua kubu ini tidak pernah bersatu sejak zaman para nabi terdahulu, sejak zaman Rasulullah saw hingga zaman kita sekarang, bahkan sampai akhir zaman. Jika terjadi kedua kubu ini bersatu, itu adalah kepura-puraan dan kemunafikan, bukan perjuangan kebenaran dan keadilan yang sejati.
Imam Ali bin Abi Thalib (sa) pernah berkata: Ketika telah berhadapan antara pasukan kebenaran dengan pasukan kebatilan, keadilan dengan kezaliman, kemudian ada orang yang netral maka doronglah ia pada musuh. Kebenaran ini telah membuktikan keberadaannya dalam kehidupan kita sekarang.
Dalam perjuangan tidak boleh ada orang-orang yang netral, karena sikap ini akan membahayakan perjuangan itu sendiri. Dengan sikap netral mereka akan mudah membaca peluang dan kesempatan untuk meraih dunia dan jabatan. Sehingga saat musuh menawarkan dunia dan jabatan, mereka akan dengan mudahnya meninggalkan pemimpin yang sholeh dan perjuangannya. Kemudian menjual kepada musuh rahasia-rahasia perjuangan dengan jabatan dan dunia. Bukankah hal ini yang banyak terjadi dalam perjuangan ummat Islam dari dulu hingga sekarang.
Sekiranya dalam perjuangan ummat Islam di dunia tidak ada mereka yang netral, para pencari jabatan dan pelahap dunia, niscaya Islam dan ummatnya sudah berjaya sejak dulu, dan Israil tidak menguasai ummat Islam.
Kejadian inilah yang dialami oleh pejuang kebenaran dan keadilan, Al-Husein (sa) cucu tercinta Rasulullah saw dikhianati oleh orang-orang Kufah yang awalnya berjanji untuk berbaiat kepadanya, tapi ternyata mereka menghadang Al-Husein (sa) dan rombongannya dengan hunusan pedang. Mengapa mereka berbalik 100 derajat? Karena mereka mengharap janji-janji Yazid dan Ibnu Ziyad berupa jabatan dan dunia. Di sisi yang lain mereka mengenal bahwa pribadi Al-Husein (sa) bersikap tegas terhadap para pengharap jabatan dan pelahap dunia, tidak pernah kompromi terhadap kezaliman dan kebatilan.
Kita harus mengambil pelajaran dari peristiwa Karbala dan perang Uhud. Mengapa secara fisik, bukan secara mental dan ruhani, pihak pejuang kebenaran dan keadilan menderita kekalahan? Jelas ini disebabkan oleh mental kaum muslimin. Bukan disebabkan oleh pemimpin yang suci dan perjuangan itu sendiri.
Khilafah Islamiyah?
Akankah kita mengulang kejadian zaman dulu? Memperjuangkan Khilafah Islamiyah, tapi menindas dan membunuh orang-orang yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya.
Simbol-simbol Islam dijadikan alat untuk menindas orang-orang yang lemah, memeras keringat rakyat kecil dan darah kaum muslimin. Ini jelas menyalahi prinsip Islam. Kita ummat Islam tidak boleh mencontoh sikap dan mental Yazid bin Muawiyah yang membangun khilafah Islamiyah dengan simbol-simbol keislaman dan jubahnya untuk mengelabui ummat Islam, dan membunuh Al-Husein (sa) manusia yang paling dicintai oleh Rasulullah saw.
Duhai saudara-saudaraku kaum muslimin, marilah kita renungi dengan pikiran yang bersih dan hati yang suci jawaban dari pertanyaan-pertanyaan berikut:
1) Mengapa Yazid bin Muawiyah dan Ibnu Ziyad memerangi Al-Husein? Padahal tentang Ali, Fatimah, Al-Hasan dan Al-Husein (sa) Rasulullah saw bersabda:
“Aku memerangi orang yang kalian perangi, dan berdamai dengan orang yang kalian berdamai dengannya.” (Shahih At-Tirmidzi 2/319, bab 61, hadis ke 3870)
“Aku memerangi orang yang memerangi kalian, dan berdamai dengan orang yang berdamai dengan kalian.” (Musnad Ahmad 2/442, hadis ke 9405)
2) Mengapa pasukan Ibu Ziyad melancarkan anak-anak panah ke tubuh Al-Husein (sa), dan Syimir menyembelih lehernya ssehingga terpisah dari tubuhnya? Padahal Ummul Fadhel pernah bercerita: Aku melihat di rumahku seolah-olah ada bagian dari tubuh Rasulullah saw. Lalu aku datang kepada Rasulullah saw menceritakan kejadian ini. Lalu Rasulullah saw bersabda: “Apa yang kamu lihat itu adalah kebaikan, Fatimah akan melahirkan seorang bayi, dan kamu akan menyusuinya.” (Musnad Ahmad 6: 399, hadis ke 26334)
Usamah bin Zaid berkata: Pada suatu malam aku datang kepada Nabi saw karena suatu keperluan, lalu beliau keluar rumah dan menyelimuti sesuatu, aku tidak tahu apa yang diselimuti. Setelah selesai keperluanku, aku bertanya: Apa yang engkau selimuti? Kemudian Rasulullah saw membukanya: Ternyata beliau menggendong Hasan dan Husein. Lalu beliau bersabda: “Kedua anak ini adalah puteraku dan putera dari puteriku. Ya Allah, sungguh aku mencintai keduanya, jadikan aku menyayangi dan mencintai keduanya.” (Shahih Tirmidzi 2: 240, hadis ke 3769)
3) Mengapa pasukan Ibnu Yazid dan Ibnu Ziyad memerangi Al-Husein (as)? Dan akankah kita kaum muslimin bersikap netral dalam peristiwa Karbala, sementara Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah saw:
“Barangsiapa yang mencintai Al-Hasan dan Al-Husein ia telah mencintaiku, dan barangsiapa yang membenci keduanya ia telah membenciku.” (Shahih Ibnu Majah, ttg keutamaan Al-Hasan dan Al-Husein)
Rasulullah saw juga bersabda:
“Al-Hasan dan Al-Husein adalah puteraku, barangsiapa yang mencintai keduanya ia mencintaiku, barangsiapa yang mencintaiku ia dicintai oleh Allah, dan barangsiapa yang dicintai oleh Allah ia akan masuk surga. Barangsiapa yang membenci keduanya ia membenciku, barangsiapa yang membenciku ia dibenci oleh Allah, dan barangsiapa yang dibenci oleh ia akan masuk neraka.” Al-Hakim berkata: Hadis ini shahih berdasarkan persyaratan Bukhari dan Muslim. (Mustadrak Al-Hakim 3: 166)
4) Mengapa Ibnu Ziyad menusukkan tombaknya ke mulut Al-Husein (sa) yang kepalanya sudah terpisah dari tubuhnya? Padahal Abu Ya’la bin Marrah pernah menuturkan: Sesungguhnya Nabi saw memeluk Al-Husein dan mengelus kepalanya, lalu mencium mulutnya. (Dzakhair Al-Uqba: 126)
Anas bin Malik berkata: Ketika Al-Husein (as) terbunuh, kepalanya dipersembahkan kepada Ibnu Ziyad, lalu ia menusukkan tombaknya pada gigi Al-Husein, sambil berkata: Jika Husein punya gigi muka... Aku (Anas bin Malik) berkata dalam diriku: Celaka kamu, sungguh aku melihat Rasulullah saw telah mencium mulut Al-Husein yang kamu tusuk dengan tombakmu. (Mustadrak Al-Hakim 3: 177; Ash-Shawa’iq Al-Muhriqah Ibnu Hajar, bab 11 hlm 118)
5) Bagaimana mungkin kita tidak membela Al-Husein (sa) dan mencontoh pribadinya? Sementara Abu Said Al-Khudri pernah berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Al-Hasan dan Al-Husein adalah penghulu pemuda ahli surga.” (Shahih Tirmidzi 2: 306, hadis ke 3768; Musnad Ahmad 3: 3, 62 dan 82, hadis ke 10616)
6) Apakah Allah swt tidak menurunkan pertolongan terhadap Al-Husein (sa) dan rombongannya? Padahal Ibnu Abbas pernah berkata bahwa Rasulullah saw mendoakan Al-Hasan dan Husein (sa) dalam sabdanya: “Sesungguhnya orang tua kalian berdua mendoakan perlindungan bagi kalian berdua seperti doa perlindungan yang dipanjatkan oleh Ibrahim untuk Ismail dan Ishaq (as).” (Shahih Bukhari, kitab awal penciptaan; Shahih Tirmidzi1: 6, bab 18, hadis ke 2060)
Tentang mengapa para pejuang kebenaran dan keadilan kalah secara fisik? Tentu jawabannya, kekalahan itu tidak disebabkan oleh pemimpin yang suci dan para pejuang yang sejati. Tetapi oleh kondisi ummat Islam saat itu. Sekiranya ummat Islam saat itu, khususnya penduduk Kufah yang awalnya akan berbait kepada Al-Husein (sa), mereka berpihak kepadanya, tentulah missi Al-Husein (sa) akan tegak di muka bumi secara fisik dan ruhani, dan nasib ummat Islam tidak seperti sekarang ini. Sebagaimana yang dicatat oleh sejarah bahwa missi Al-Husein (sa) hanya didukung dan disertai tidak lebih dari 73 orang, itu pun sebagian mereka terdiri dari wanita dan anak-anak kecil.
Jika kita masih bersikeras mempersoalkan Allah swt Maha Kuasa memberi pertolongan dan kemenangan, maka jawabannya hampir sama dengan mengapa pasukan Islam menderita kekalahan dalam perang Uhud, padahal di situ ada orang yang paling dicintai oleh Allah swt yaitu Rasulullah saw, bahkan hampir-hampir beliau menjadi korban akibat perebutan harta rampasan dari pihak pasukan Islam.
Jadi, di sini jelas bahwa kekalahan dalam perjuangan kebenaran dan keadilan adalah disebabkan oleh pengkhianatan, kemunafikan, kegilaan terhadap jabatan, kerakusan terhadap dunia, dan mental setengah hati alias netral.
Jika dalam perjuangan Islam ada orang-orang yang bermental seperti itu, maka yang akan menjadi korban adalah pemimpin yang suci dan para pejuang yang sejati. Jika kita ingin menegakkan Khilafah Islamiyah, maka benahi dulu mental para pejuangnya. Agar Khilafah Islamiyah tidak dijadikan pembungkus kezaliman dan penindasan seperti yang dibangun oleh Yazid bin Muawiyah dan Ibnu Ziyah.
Dalam perjuangan dibutuhkan pemimpin yang berani, cerdas dan suci. Yang didukung oleh para pejuang yang sejati, memiliki pandangan yang luas dan berhati bersih, tidak berkhianat, tidak gila jabatan dan tidak racus terhadap dunia. Jika mental ini belum menghunjam ke dalam pikiran dan hati kaum muslimin, maka jangan diharapkan Khilafah Islamiyah yang sebenarnya akan tegak di muka bumi.
Kita harus banyak belajar dari peristiwa sejarah. Bukankah kita menyaksikan betapa banyak korban para pejuang Palestina dan ummat Islam di sana. Mengapa hingga sekarang ummat Islam tidak mampu melumpuhkan kekuatan Israil padahal secara kwantitas jumlahnya jauh lebih kecil ketimbang ummat Islam? Mengapa para pejuangan kebenaran dan keadilan di Indonesia juga tidak mampu menghancurkan kezaliman dan penindasan padahal nurani rakyat kecil mendambakan keadilan dan kesejahteraan? Jawabannya sama, sunnatullah itu berlaku dari dulu hingga sekarang, dan dimana saja. Allah swt berfirman:
"Sesungguhnya Allah tidak akan merubah suatu bangsa, sehingga mereka merubah mental mereka." (Ar-Ra'd: 11)
Kondisi Ekonomi dan Dosa
1. Kekayaan dan harta
2. Kefakiran dan kemiskinan
Harta dapat menjadi sarana yang sangat efektif untuk ibadah dan ketaatan kepada Allah, membantu hamba-hamba-Nya yang membutuhkan, dan perjuangan di jalan Allah swt. Sebagaimana hal ini telah dicontohkan oleh Sayyidah Khadijah (ra) isteri tercinta Rasulullah saw, sahabat-sahabat terdekatnya dan kaum mukminin yang dermawan. Tapi juga sebaliknya, harta dapat menjadi penyebab yang ampuh untuk menjerumuskan manusia ke lembah dosa dan kehinaan. Harta juga dapat melupakan manusia pada Tuhannya, menggoncang hidupnya dan menzalimi orang lain.
Banyak ayat Al-Qur’an yang mengisahkan tentang malapetaka yang disebabkan oleh dunia dan harta, juga tentang keberkahan dan kebahagiaan harta yang berada dalam kendali oleh orang-orang mukmin dan bertakwa.
Harta penyebab kezaliman
Allah swt berfirman:
“Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena ia memandang dirinya kaya.” (Al-‘Alaq 96: 6-7)
“Jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan pada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah), tetapi mereka melakukan kedurhakaan di negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadap mereka ketentuan Kami, kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancurnya.” (17: 16)
“Apakah mereka tidak mengambil pelajaran betapa banyak generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, padahal (generasi itu) telah Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu, dan Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawahh mereka, kemudian Kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan Kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain.” (6: 6)
Harta sebagai ujian
Pengakuan Nabi Sulaiman (as):
“Ini adalah sebagian dari karunia Tuhanku sebagai ujian bagiku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (nikmat-Nya).” (An-Naml/27: 40)
Kesombongan Qarun:
“Sesungguhnya aku diberi harta itu karena ilmuku sendiri.” (Al-Qashash/28: 78). Ketika Nabi Musa (as) meminta Qarun agar mengeluarkan zakat hartanya sebagai perintah Allah swt, Qarun menentangnya, maka Allah swt murka padanya:
“Maka Kami benamkan Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Sehingga tidak ada satupun golongan yang dapat menolongnya dari azab Allah selain-Nya, dan ia bukan termasuk orang-orang yang memberi pertolongan.” (Al-Qashash/28: 81)
Janji Allah: harta sebagai karunia dan keberkahan
Allah swt berfirman:
“Sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan-keberkahan dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan ayat-ayat Kami, maka Kami siksa mereka karena perbuatan mereka.” (Al-A’raf/7: 96)
“Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Allah) di kediaman mereka ada dua kebon di sebelah kanan dan kiri. (dikatakan kepada mereka) makan dan minumlah rizki dari Tuhanmu, dan bersyukurlah kepada-Nya. Negerimu adalah negeri yang baik dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Pengampun.” (Saba’/34: 15)
Janji Allah bagi orang-orang yang tertindas
“Kami hendak memberikan karunia kepada orang-orang yang tertindas di muka bumi, dan hendak menjadikan dari mereka pemimpin dan menjadikannya pewaris bumi.” (Al-Qashash/28: 5)
Kemiskinan dan dosa
Sebagaimana kekayaan, kefakiran dapat mengantarkan manusia menjadi orang yang tawadhu’, rendah hati dan merendahkan diri di hadapan Allah Yang Maha Kaya. Juga sebaliknya, kemiskinan dapat mengantarkan manusia pada puncak dosa yaitu kekufuran, sebagaimana yang dinyatakan oleh Rasulullah saw dalam hadis yang masyhur:
“Kefakiran mendekatkan pada kekufuran.”
Imam Ali bin Abi Thalib (sa):
“Kefakiran adalah kematian yang paling besar.” (Nahjul Balaghah, hikmah 163)
“Sesungguhnya kefakiran itu dapat mengurangi agama, membingungkan akal dan mengajak pada kebencian.” (Nahjul Balaghah, hikmah 319)
“Kuburan lebih baik dari pada kefakiran.” (Fahras Al-Ghurar, bab kefakiran)
Imam Ali bin Abi Thalib (sa) juga berkata:
“Sekiranya kefakiran itu berwujud, niscaya aku akan membunuhnya.”
Perintah menyelamatkan diri dari kefakiran
Rasulullah saw bersabda:
“Terlaknatlah orang yang menyandarkan seluruh kebutuhannya pada manusia.” (Furu’ Al-Kafi, jld 5, hlm 72)
Tentang pentingnya kebutuhan-kebutuhan yang pokok sebagai sarana untuk melaksanakan ibadah dan kewajiban, Rasulullah saw menyebutkan dalam sebagian doanya:
“Ya Allah, alirkan keberkahan ke dalam roti kami, jangan pisahkan antara kami dan roti, sekiranya tidak ada roti niscaya kami tidak dapat melakukan shalat, puasa dan menunaikan kewajiban-kewajiban dari Tuhan kami.” (Furu’ Al-Kafi, jld 5, hlm 73)
Mutiara Hikmah (2)
Enam golongan akan masuk neraka tanpa hisab: Pemimpin negara yang zalim, arab yang ‘ashabiyah, saudagar yang sombong, pedagang yang dusta, ulama yang dengki, dan orang kaya yang kikir.
Rasulullah saw, Mizanul Hikmah 3, bab 646.
Dengki adalah perangai yang paling rendah dan musuh negara.
Dengki tak akan dapat diobati kecuali dengan hilangnya kenikmatan dari orang lain.
Tidak pernah kulihat orang zalim seperti orang yang dizalimi oleh kedengkiannya: jiwanya selalu sakit, hatinya berduka, dan kesedihannya suatu keharusan.
Ali bin Abi Thalib (sa), Mizanul Hikmah 3, bab 845.
Orang yang dengki membahayakan dirinya sebelum membahayakan orang yang menjadi sasaran kedengkiannya, seperti iblis karena kedengkiannya mewarisi laknat pada dirinya sementara Adam (as) menjadi manusia pilihan.
Ja’far Ash-Shadiq (sa), Mizanul Hikmah 3, bab 845.
Kehancuran manusia ada dalam tiga hal: kesombongan, kerakusan, dan kedengkian. Kesombongan menyebabkan kehancuran agama, karenanya iblis dilaknat. Kerakusan musuh jiwa, karenanya Adam (as) dikeluarkan dari surga. Kedengkian adalah pusat keburukan, karenanya Qabil membunuh Habil.
Hasan bin Ali (sa), Bihârul Anwâr 78: 111.
Minggu, 02 November 2008
Pemimpin yang Zalim Penghalang Ijabahnya Doa
Sebagaimana dimaklumi bahwa umumnya kaum muslimin ketika berdoa kepada Allah swt, mereka ingin doanya diijabah oleh-Nya. Sebagian mereka memfokuskan doanya pada permohonan rizki, perlindungan, pengampunan dosa, kebahagiaan, keselamatan di dunia dan akhirat, dan lainnya. Tetapi, barangkali yang terbanyak dari kaum muslimin fokus doanya adalah rizki dalam arti materi, walaupun rizki juga meliputi ilmu, anak, dan lainnya.
Mengapa doa umumnya kita terfokus pada rizki dalam makna materi? Ini menunjukkan negeri dan pemeperintahan kita sedang dilanda krisis ekonomi. Bukan hanya krisis bahkan sudah berada diambang bahaya. Anehnya, mengapa ratusan juta bangsa kita, khusunya kaum muslimin, doanya tidak dapat merubah kondisi ekonomi? Padahal hampir setiap hari, paling tidak lima kali hari sesudah shalat berdoa dan memohon keluasan pintu rizki.
Mengapa Allah swt belum juga mengijabah doa ratusan ribu kaum muslimin? Padahal Allah swt berjanji: “Berdoalah kepada-Ku, pasti Aku ijabah doamu.” Apakah Allah swt mengingkari janji-Nya? Tentu jawabannya: Dia tidak pernah mengingkari janji-Nya.
Mari kita telusuri penyebab utamanya, khususnya yang berkait dengan rizki. Jika kita meyakini bahwa negeri kita adalah negeri yang kaya, semestinya bangsa tidak sengsara secara materi. Ini kesimpulan logika kita. Jika ternyata bangsa kita secara mayoritas berada kondisi yang sengsara, maka ini jelas ada sesuatu yang salah: Tidak punya kemampuan ilmu untuk menggali kekayaan alam kita atau karena kezaliman, kerakusan, dan lainnya?
Allamah Thabathaba’i dalam tafsirnya Al-Mizan tentang surat An-Naml: 62, mengatakan:
Allah swt berfirman:
أَمَّن يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَ يَكْشِفُ السُّوءَ وَ يَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الأَرْضِ أَ ءِلَهٌ مَّعَ اللَّهِ قَلِيلاً مَّا تَذَكرُونَ
“Siapakah yang memperkenankan doa orang yang dalam puncak kesengsaraan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan serta yang menjadikan kamu sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada Tuhan yang lain? Amat sedikitlah kamu mengingat-Nya. “(An-Naml: 62)
Berdasarkan kontek kalimatnya, ayat ini mengkaitkan ijabahnya doa orang-orang yang sangat sengsara dengan kekhalifahan dan kepemimpinan di muka bumi. Yakni apakah kepemimpinan itu berdasarkan kehendak Ilahi atau hawa nafsu manusia. Makna dikuatkan oleh firman Allah swt:
وَ إِذْ قَالَ رَبُّك لِلْمَلَئكَةِ إِنى جَاعِلٌ فى الأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَ تجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَ يَسفِك الدِّمَاءَ وَ نحْنُ نُسبِّحُ بحَمْدِك وَ نُقَدِّس لَك قَالَ إِنى أَعْلَمُ مَا لا تَعْلَمُونَ
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (Al-Baqarah: 30)
Sebagaimana kita maklumi bahwa kebijakan seorang pemimpinan akan berdampak luas pada kehidupan manusia. Sehingga kesusahan, kesulitan dan penderitaan sangatlah berkait erat dengan kebijakan seorang pemimpin.
Ketika rakyat berada dalam puncak kesengsaraan, mereka berdoa kepada Allah swt, bergantung dan berlindung kepada-Nya agar mereka terlepas dari kesengsaraan. Di sini siapakah yang menjadi penghalang? Pemimpin yang zalim, sistem dan kebijakannya, atau rakyatnya juga terlibat dalam kezaliman.
Imam Ali bin Abi Thalib (sa) pernah mengatakan: “Tidak akan terjadi kezaliman kecuali ada kerjasama antara yang menzalimi dan yang mau dizalimi.”
Pernyataan Imam Ali (sa) ini sangatlah logis, yakni khususnya di negeri yang menganut system demokrasi. Siapakah yang memilih pemimpin yang zalim? Jawabannya moyoritas rakyat yang dizalimi. Secara logis rakyat yang memilihnya, mereka ikut andil dalam kezaliman. Na’udzulullah, semoga kita tidak termasuk di dalamnya. Yakni dosa politik yang berdampak luas menyengsarakan ratusan juta manusia.
Jika kita terlibat dalam kezaliman sistem dan kebijakan, yakni terlibat memilih pemimpin yang zalim. Maka, kita juga andil dalam dosa yang menyengsarakan ratusan juta manusia, terlibat juga menjadi penghalang ijabahnya doa orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam memohon kepada Allah swt. Lalu apa alasan kita kelak di hadapan Mahkamah Agung Ilahi? Sudahkan kita mempersiapkan jawabannya? Di sana tidak ada peluang sedikitpun untuk merekayasa jawaban, apalagi melobi dari pintu belakang. Semua jiwa dan raga kita akan menjadi saksi, juga kawan dan lawan, kerabat dan sahabat yang mengetahui prilaku kita di dunia. Bahkan orang terdekat kita juga akan menjadi saksi yaitu anak dan isteri.
Dosa yang menyengsarakan ratusan juta manusia dan orang-orang yang dicintai Allah swt, dan menghalangi doa mereka, jelas itu adalah dosa besar yang sulit diampuni dan tak mudah dibukakan pintu taubat, kecuali mereka yang disengsarakan dan dizalimi memaafkan. Akankah mereka memaafkan? Belum lagi mereka yang sudah meninggal. Sepanjang mereka tidak memaafkan, maka Allah swt tidak mengampuninya dan tidak membukan pintu taubat baginya.
Kembali pada ijabahnya doa. Allah swt berjanji pada hamba-Nya:
ادْعُونى أَستَجِب لَكمْ
“Berdoalah kepada-Ku, pasti Aku ijabah doamu.” (Al-Mukmin: 60)
وَ لَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى ءَامَنُوا وَ اتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيهِم بَرَكَتٍ مِّنَ السمَاءِ وَ الأَرْضِ وَ لَكِن كَذَّبُوا فَأَخَذْنَهُم بِمَا كانُوا يَكْسِبُونَ
“Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi. Tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatan mereka.” (Al-A’raf: 96)
Sehubungan dengan surat An-Naml: 62, Allamah Thabathaba’i mengutip riwayat dari tafsir Al-Qumi:
Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: “Ayat ini turun berkait dengan kepemimpinan Al-Mahdi (sa) dari keluarga Muhammad saw. Demi Allah, orang yang dalam kesusahan, apabila ia melakukan shalat dua rakaat dalam kondisi itu dan berdoa kepada Allah azza wa jalla, niscaya Dia mengijabah doanya dan menghilangkan kesusahan, dan Dia menjadikan Al-Mahdi (sa) seorang khalifah di bumi.”