Al-Quran turun pada malam Lailatul Qadr bukan Malam ‘Nuzulul Quran’ 17 Ramadhan
Ketika memasuki malam yang ke 17 di bulan Ramadhan sebagian kaum muslimin dan masjid-masjid mulai diadakan peringatan turunnya al-Quran pertama kali yang disebut malam peringatan Nuzulul Quran. Hal ini juga ‘terkesan’ dikuatkan dengan catatan kaki dalam “al-Quran dan Terjemahnya” surat adh-Dhukhan ayat 3.
إِنَّآ أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ
“Sesungguhnya kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi[1369] dan Sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.
[1369] malam yang diberkahi ialah malam Al Quran pertama kali diturunkan. di Indonesia umumnya dianggap jatuh pada tanggal 17 Ramadhan.
Keyakinan ini bertentangan dengan firman Allah subhanahi wa ta’alaa dalam surat al-Qadr ayat pertama:
إِ نَّآ أَنْزَلْنَهُ فِى لَيْلَةِ الْقَدْرِ
“Sesungguhnya kami Telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan[1593].”
[1593] Malam kemuliaan dikenal dalam bahasa Indonesia dengan malam Lailatul Qadr yaitu suatu malam yang penuh kemuliaan, kebesaran, Karena pada malam itu permulaan Turunnya Al Quran.
Ayat diatas dengan jelas bahwa al-Quran diturunkan pada malam kemulian (lailatul Qadr) dan juga Terlihat jelas bahwa catatan kaki untuk ayat di atas dalam “al-Quran dan Terjemahnya” juga menjelaskan bahwa malam permulaan turunnya al-Quran adalah pada malam tersebut. Sekarang yang menjadi pertanyaan, kapan terjadinya malam lailaul Qadr, malam dimana al-Quran itu turun ? apakah benar pada 17 Ramadhan seperti yang selama ini oleh sebagian kaum muslimin Indonesia mempertingatinya ?
Nabi shallahu’alaihi wa sallam pernah mengabarkan kepada kita tentang kapan akan datangnya malam Lailatul Qadr. Beliau pernah bersabda:
Carilah malam Lailatul Qadar di (malam ganjil) pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan” (Hadits Riwayat Bukhari 4/225 dan Muslim 1169)
Beliau shallahu’alaihi wa sallam juga bersabda:
“Berusahalah untuk mencarinya pada sepuluh hari terakhir, apabila kalian lemah atau kurang fit, maka jangan sampai engkau lengah pada tujuh hari terakhir” (Riwayat Bukhori dan Muslim)
Dengan demikian telah jelas bahwa lailatul qadar terjadi pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan yaitu pada malam-malam ganjilnya 21, 23, 25, 27 atau 29. Maka gugurlah keyakinan sebagian kaum muslimin yang menyatakan bahwa turunya al-Quran pertama kali pada tanggal 17 Ramadhan. Oleh karena itu hendaknya kaum muslimin meninggalkan acara-acara semacam ini untuk memperingati turunnya al-Quran karena acara-acara ini muncul dari pendapat yang hanya sekedar anggapan umumnya kaum muslimin di Indonesia seperti yang tertulis dalam catatan kaki ”al-Quran dan Terjemahnya” dan tidak ada sama sekali dalil baik dari al-Quran dan al-Hadist yang menguatkan bahwa al-Quran diturunkan pada tanggal 17 Ramadhan.
Yang bisa dipetik dari pembahasan di atas
- Al-Quran diturunkan pada malam lailatul qadar bukan pada malam yang dikenal dengan malam ‘Nuzulul Quran’ yang bertepatan pada tanggal 17 Ramadhan
- Peringatan Nuzulul Quran 17 Ramadhan dengan dzikir tertentu dan bentuk pengajian khusus adalah bentuk peringatan yang tidak pernah ada landasannya dari al-Quran dan Hadist Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam, sehingga termasuk dalam perkara bid’ah.
- Lailatul qadar terjadi pada sepuluh malam terakhir yang ganjil dibulan Ramadhan.
- Peringatan lailatul qadar pada malam 27 Ramadhan (atau malam ganjil lainnya) dengan suatu pengajian khusus juga merupakan bid’ah karena Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam tidak pernah memperingatinya melainkan beliau shallahu’alahi wa sallam menghidupkan malam tersebut dengan qiyamul lail dan memperbanyak doa.
- Himbauan kepada para penanggung jawab “al-Quran dan Terjemahnya” agar meluruskan catatan kaki atau takwil-takwil dari ayat suci al-Quran yang hanya merupakan anggapan-anggapan yang tidak berdalil atau bahkan tafsiran/takwil yang bathil.
Referensi
Ustadz Aunur Rofiq. Nuzulul Quran pada bulan Romadhon. Majalah al-Furqon Edisi 84, th ke-8 1429/ 2008
Abu Musa al-Atsari. Lailatul Qadar Malam Kemulian. Majalah adz-Dzakiroh Edisi 43, Edisi Khusus Ramadhan-Syawal, Vol 8, No.1 1429 H
Al-Quran dan TerjemahnyaKomentar
Alhamdulillah…. Sudah ada orang yang menulis tentang kontroversi turunnya Al-Qur’an. Ini menandakan ummat islam masih ada perhatian dan cinta pada agama. Namun demikian, akhi, kalau diijinkan saya ingin membagi sedikit yang saya tahu, kenapa di Indonesia ada istilah Nuzulul Qur’an.
1. Al-qur’an BENAR diturunkan pada malam Lailatul Qodar, tapi juga benar pada 17 Ramadhan (menurut tarikh dan ahli tafsir). Penjelasannya :
Malam lailatul qodar adalah malam dimana al-qur’an diturunkan ke “langit dunia” penuh 30 juz (Silakan dibaca di Kitab Tanbihul Ghofiliin), sedangkan 17 ramadhan adalah turunnya ayat/surat pertama dari Al-Qur’an ke dunia yang merupakan wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad SAAW.
Jadi jelas, sebenarnya tidak ada kontroversi disini, semuanya benar.
2. Peringatan Nuzulul Qur’an atau lailatul qodar dengan pengajian / sejenisnya, SAYA SETUJU BID’AH. Namun demikian Jumhur Ulama sependapat jika Bid’ah ada 2 macam :
- Bid’ah Sayyi’ah (bid’ah yang buruk) yang jika kita melakukannya akan mendapat dosa.
- Bid’ah Hasanah (Bid’ah yang baik), yaitu sekalipun tidak pernah dicontohkan rosululloh SAW secara tindakan/contoh, kita tetap mendapat pahala dari Allah SWT, dengan dasar bid’ah tersebut : membawa kebaikan/kemaslahatan, tidak merubah hukum Allah yang telah ditetapkan, tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits. Contoh : Pengumpulan Al-Qur’an menjadi 1 mushaf/buku, tidak dicontohkan/disuruh Rosul. Sholat tarawih berjamaah tidak dicontohkan/disuruh Rosul, tetapi hal itu tidak berdosa, karena tidak bertentangan dengan hukum Allah.
Demikian penjelasan saya, akhi. semoga bermanfaat. Jika ada kesalahan, semata-mata itu kehilafan dan kerendahan pengetahuan dan ilmu saya.
Ana: Jazakallah komentarnya……semoga dibalas oleh Allah.
Anda mengatakan: sedangkan 17 ramadhan adalah turunnya ayat/surat pertama dari Al-Qur’an ke dunia yang merupakan wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad SAAW.
Penetapan yang anda maksud seharusnya disertai dalil, karena munculnya angka ini tidak boleh di ada-ada kecuali memang ada dalilnya.
Anda juga mengatakan: Namun demikian Jumhur Ulama sependapat jika Bid’ah ada 2 macam :
- Bid’ah Sayyi’ah (bid’ah yang buruk) yang jika kita melakukannya akan mendapat dosa.
- Bid’ah Hasanah (Bid’ah yang baik), yaitu sekalipun tidak pernah dicontohkan rosululloh SAW secara tindakan/contoh, kita tetap mendapat pahala dari Allah SWT, dengan dasar bid’ah tersebut : membawa kebaikan/kemaslahatan, tidak merubah hukum Allah yang telah ditetapkan, tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits. Contoh : Pengumpulan Al-Qur’an menjadi 1 mushaf/buku, tidak dicontohkan/disuruh Rosul. Sholat tarawih berjamaah tidak dicontohkan/disuruh Rosul, tetapi hal itu tidak berdosa, karena tidak bertentangan dengan hukum Allah.Saya baru dengar jika pembagian bid’ah menjadi bid’ah sayyiah dan hasanah adalah pendapat jumhur ulama, jadi untuk masalah ini mohon dicek kembali. Yang saya ketahui memang ada pembagian seperti itu, namun pembagian tersebut tidak berdalil bahkan bertentangan dengan apa yang pernah disabdakan oleh Rasulullah shallahu’alahi wa sallam,
”Janganlah kamu sekalian mengada-adakan urusan-urusan yang baru, karena sesungguhnya mengadakan hal yang baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat“. [Hadits Riwayat Abdu Daud, dan At-Tirmidzi ; hadits hasan shahih].
Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah apakah ucapannya Rasulullah yang salah atau pendapat adanya bid’ah yang baik ini dan mendapatkan pahala yang salah??
Yang ada adalah sunnah hasanah, yaitu menghidupkan sunnah yang berada dalam koridor Islam, sedangkan bid’ah bukan bagian dari Islam.
“Barangsiapa yang melakukan sunnah yang baik dalam Islam, maka baginya pahalanya dan pahala yang melakukannya” (HR. Muslim)
Dan yang dicontohkan oleh anda sebagai bidah hasanah justru merupakan sunnah hasanah dan sama sekali bukan bidah yang mengada-ada.
Pengumpulan Al-Qur’an dalam satu kitab, ada rujukannya dalam syariat karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan penulisan Al-Qur’an, tapi penulisannya masih terpisah-pisah, maka dikumpulkan oleh para sahabat Radhiyallahu anhum pada satu mushaf (menjadi satu mushaf) untuk menjaga keutuhannya. Dan ini adalah ijma’ para sahabat, dan ijma’ sahabat maksum.
Juga shalat Tarawih, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat secara berjama’ah bersama para sahabat beberapa malam, lalu pada akhirnya tidak bersama mereka (sahabat) khawatir kalau dijadikan sebagai satu kewajiban dan para sahabat terus sahalat Tarawih secara berkelompok-kelompok di masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup juga setelah wafat beliau sampai sahabat Umar Radhiyallahu ‘anhu menjadikan mereka satu jama’ah di belakang satu imam. Sebagaimana mereka dahulu di belakang (shalat) seorang dan hal ini bukan merupakan bid’ah dalam Ad-Dien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar