Semua orang bisa dengan jelas menyaksikan meningkatnya trend waria (gay) dan hubungan seks sejenis di seantero dunia. Di tengah masyarakat Indonesia yang dikenal religius, trend ini ironisnya justru disambut dan dirayakan sebagai gejala kosmopolit yang normal. Malah, tidak jarang waria mendapat “kemudahan” meniti karir sebagai presenter, pelawak, desainer, manajer di perusahaan hiburan, dan sejenisnya. Bagaimana sebenarnya solusi Islam bagi si Totti (baca: Toto dan Tuti) ini?
Di Republik Islam Iran, fenomena semacam ini ternyata juga ada. Tapi, hukum Islam meminta ketegasan pilihan bagi waria: menjadi pria atau wanita. Tidak ada pilihan tengah! Islam tidak mentolerir kegamangan identitas gender, lantaran hal itu akan merusak tatanan alam, sistem sosial, sistem hukum dan lain sebagainya. Hubungan seks sejenis dilarang keras. Hukuman mati bisa menjadi akhir nasib pelaku hubungan seks sejenis.
Tapi, itu baru sebagian solusi yang diberikan hukum Islam di negeri kaum mullah ini. Bagian lain solusi adalah memperbolehkan operasi perubahan kelamin yang didasarkan pada diagnosa para pakar dari berbagai disiplin ilmu.
Ali Asgar, 24 tahun, mengambil putusan untuk menjadi “perempuan”. Risiko besar pun harus ditanggungnya akibat putusan berat itu. Ayahnya yang sejak lama menginginkan anak lelaki mengancam akan membunuhnya jika dia tetap melakukan operasi. “Dia mau membunuh saya. Dia terus meminta saya pulang rumah untuk membunuh saya.”
Kini, Ali mengubah namanya menjadi Negar. Dia menyatakan bahwa dia tidak akan melakukan operasi ini bila tidak ada hasil evaluasi ketat yang telah diberikan oleh tim pendiagnosa dari berbagai kepakaran. “Jika tidak ada keharusan, saya tidak akan melakukan operasi ini. Saya tidak mau menyentuh karya Tuhan.”
Namun, masalahnya, sebagai lelaki, Ali merasa tidak punya identitas. Orientasi seksnya tidak mengarah pada perempuan. Sejak masa puber dia tidak bisa bergaul dengan lelaki karena dia selalu dilecehkan dan dicemooh. Sebagai orang yang hidup di Republik Islam, dia juga tidak bisa bergaul dengan perempuan karena secara resmi dia bukan perempuan.
“Saya adalah warga Iran. Saya ingin hidup di sini. Dan sistem menyuruh Anda memilih menjadi lelaki atau perempuan,” kata Ali, eh maaf, Negar.
Untuk menjawab kegelisahan dan disorientasi seksual Ali dan orang-orang serupanya, Republik Islam Iran sejak awal telah melegalkan operasi ganti kelamin yang didahului dengan serangkain diagnosa. Legalisasi ini didasarkan pada fatwa Imam Khomeini, pendiri Republik Islam Iran.
“Islam memiliki solusi dan obat untuk orang dengan masalah seperti (Ali) ini. Kalau dia ingin ganti kelamin dan gender, ada jalan untuknya,” kata Hujjatul Islam Muhammad Mehdi Kariminia, ulama yang tergabung dalam tim pendiagnosa gender. “Operasi ganti kelamin sama sekali berbeda dengan hubungan seks sejenis. Keduanya mutlak berbeda. Para homoseksual melakukan tindakan menentang kodrat dan hukum agama,” kata Kariminia. “Dalam hukum Islam ditegaskan bahwa hubungan seks sejenis itu sama sekali tidak dibolehkan, lantaran ia merusak tatanan hidup bermasyarakat dan alasan-alasan lain yang lebih mendasar.”
Dr Mir-Jalali, ahli bedah lulusan Paris, adalah spesialis operasi ganti kelamin di Iran. Dia mengaku telah mengoperasi lebih dari 450 orang dalam 12 tahun terakhir. Tapi, Dr Mir-Jalali juga mengaku bahwa dia dan para pakar lain dalam tim pendiagnosa telah menyelamatkan jauh lebih banyak lagi remaja yang menurutnya tidak layak ganti kelamin. Mereka adalah orang-orang yang sedang mengalami krisis identitas, bukan mengalami masalah medis, genetik, fisologis atau psikologis. Para remaja itu kini menganggap tim pendiagnosa gender sebagai juru selamat mereka.
Banyak orangtua yang mendatangi tim pendiagnosa gender untuk menggagalkan rencana anak mereka berganti kelamin. Sebagian besar orangtua itu berusaha mengajukan bukti untuk meyakinkan tim pakar itu bahwa anak mereka sebenarnya tidak “layak” berganti kelamin. Dan karena itu, tim ini terkadang harus bekerja berbulan-bulan untuk memutuskan satu kasus. Mereka biasanya melakukan investigasi dan reevaluasi super ketat, ditambah konsultasi keluarga dan riset latarbelakang yang berbelit-belit.
Menurut data BBC (25/02/2008), Iran telah melakukan operasi kelamin terbanyak setelah Thailand. Pemerintah Iran juga menyediakan setengah biaya operasi bagi kalangan miskin yang memang terbukti sesuai diagnosa interdisipliner sebagai orang yang layak berganti kelamin. Akta kelahirannya pun akan segera diubah sesuai dengan jenis kelamin barunya.
Jumat, 26 September 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar