Dr. Mehdi Golshani
(Guru Besar Universitas Teheran, Iran)
Dalam sebuah hadits yang terkenal, Nabi suci saw bersabda, ?Menuntut ilmu diwajibkan atas setiap Muslim.? Apa jenis ilmu pengetahuan yang diinginkan dalam hadits ini? Asy-Syahid Prof. Murtadha Muthahhari menyebutkan, ?Segala bidang ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi masyarakat Islam mesti dianggap sebagai bagian dari ilmu agama.?
Spektrum ilmu pengetahuan yang direkomendasikan Islam sangatlah luas. Merujuk pada ayat Al-Quran, ?(Allah) mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.? (QS. 96:5). Hal ini mengingatkan kita terhadap fakta bahwa sumber semua ilmu pengetahuan adalah Allah. Dalam Al-Quran, Nabi Sulaiman as berbicara tentang fakta bahwa dia telah diajarkan bahasa burung-burung dan dia sadar hal ini sebagai sebuah anugerah dari Allah. ?Hai manusia, kami telah diberi peringatan tentang suara burung dan kami diberi segala sesuatu, sesungguhnya (semua) ini benar-benar suatu karunia yang nyata.? (QS. 27:16).
Allah berfirman, bahwa Dia mengajarkan Nabi Daud as ilmu pengetahuan tentang pembuatan baju besi untuk melindungi rakyatnya dalam peperangan. ?Dan telah kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara kamu dalam peperanganmu, maka hendaklah kamu bersyukur.? (QS. 21:80).
Dalam tradisi Islam, kita juga bisa melihat riwayat-riwayat tentang penghargaan yang besar terhadap ilmu pengetahuan. Sebagai contoh, Nabi saw bersabda, ?Carilah ilmu walaupun sampai ke negeri Cina? dan dari Imam Ali as kita mendengar: ?Ilmu pengetahuan merupakan milik orang beriman yang hilang. Jadi, temukan itu meski jika ia berada dalam genggaman orang-orang kafir.?
Kemudian, ada sebuah hadits panjang yang diriwayatkan dari Imam Shadiq as, ketika memberikan kriteria bahwa jenis ilmu pengetahuan yang diperbolehkan adalah segala macam ilmu dan teknik yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan sah masyarakat atau yang bermanfaat bagi penghambaan kepada Allah dan untuk melanjutkan kehidupan mereka: ?Segala macam ilmu dan teknologi yang memenuhi kebutuhan manusia atau yang bermanfaat bagi pengabdian kepada Allah dan menolong mereka untuk melanjutkan hidup mereka dan yang sesuai dengan kebutuhan sehari-hari mereka, adalah diperbolehkan oleh agama untuk menguasai dan mempelajarinya. Sebagai contoh, mengerjakan akuntansi, berdagang, bekerja pada pertambangan emas, membuat karet, memecah batu, merajut, menjahit, melukis, menggambar, dan membuat perkakas yang dibutuhkan manusia. Akan tetapi, apabila ilmu pengetahuan dan keterampilan tersebut digunakan untuk maksud kejahatan dan dosa, meski sebagai perbuatan-perbuatan yang benar dan terhormat seperti menulis yang mungkin disalahgunakan untuk memperkuat pemerintahan yang zhalim, maka hal itu tidak diperbolehkan; demikian juga membuat pisau, pedang, tombak, busur, dan anak panah yang dapat digunakan (memperkuat pemerintahan yang zhalim ?red), baik dalam maksud baik ataupun buruk. Mengajar dan belajar seperti perdagangan atau memperoleh upah bagi usahanya, jika dapat dibuktikan sebagai bagian dari penghambaan kepada Allah, maka hal itu diizinkan; tetapi penggunaannya dalam cara-cara kejahatan atau kekerasan adalah dilarang; dalam kasus yang sama adalah tidak berdosa bagi seorang manusia untuk mengajar atau belajar perdagangan, jika kegunaannya lebih besar daripada bahaya yang disebabkan oleh penyalahgunaannya, dan kelanjutan kehidupan sosial bergantung kepadanya, penyalahgunaannya bagaimanapun adalah perbuatan dosa. Hal ini karena Allah melarang kita untuk mengejar sesuatu yang secara keseluruhan merusak dan tidak mempunyai hasil yang bermanfaat.?
Ayat Quran dan hadits-hadits Islam yang telah disebutkan sebelumnya, menunjukkan bahwa dalam Islam penguasaan ilmu pengetahuan tidak dibatasi hanya dalam hal mempelajari ilmu-ilmu agama saja. Karena, misalnya, Cina bukanlah tempat yang layak untuk mempelajari ajaran-ajaran Islam. Cina sangat dikenal karena industrinya.
Argumen lain tentang penghargaan yang luas terhadap ilmu dalam pandangan Islam adalah sebuah interpretasi, bahwa sarjana-sarjana Muslim dari peradaban Islam yang agung telah memiliki pandangan Islam tentang ilmu-ilmu. Sarjana-sarjana tersebut menyatukan warisan Islam dari berbagai bangsa dan menambahkannya ke dalamnya. Prof. Muthahhari mempunyai observasi yang sangat baik tentang persoalan ini. Dia menyebutkan bahwa para Imam suci as telah melontarkan kritik terhadap Dinasti Abbasiah karena beberapa hal, tetapi para Imam as tidak pernah melakukan kritik terhadap mereka karena usaha mereka untuk menyatukan beragam ilmu dari banyak bangsa. Para sarjana tersebut telah memikirkan bermacam ilmu sebagai cara untk memahami tanda-tanda Tuhan pada alam semesta, dan mereka diinspirasi oleh ajaran-ajaran Al-Quran dan Sunnah sebagai perintis-perintis dalam bidang ini.
Kemudian, ada pertanyaan, apa jenis ilmu pengetahuan yang diberikan prioritas kepadanya? Di sini, baik dalam hadits-hadits dari Nabi saw maupun dari Ahlulbait-nya as, dinyatakan bahwa prioritas diberikan kepada apa yang bermanfaat. Nabi saw bersabda, ?Ilmu pengetahuan terbaik adalah mereka yang membawa manfaat.? Dan, dari Imam Ali as kita menemukan. ?Tidak ada kebaikan dalam ilmu pengetahuan yang tidak bermanfaat.?
Akan tetapi, kemudian pertanyaan muncul tentang kriteria bagi bidang ilmu pengetahuan yang bermanfaat. Kita dapat berargumentasi dari ayat Al-Quran dan Sunnah bahwa jenis ilmu pengetahuan yang bermanfaat adalah jenis yang mempunyai satu atau lebih karakteristik berikut: (1) Meningkatkan pengetahuan seseorang tentang Allah. (2) Mengamankan kesejahteraan fisik dari individu-individu dalam masyarakat Islam. (3) Menyelamatkan integritas masyarakat Islam dan menyiapkan landasan bagi perwujudan ayat Al-Quran berikut: ?... dan kalimat Allah yang paling tinggi...? (QS. 9:40)
Peran Ilmu dalam Memahami Allah
Sangat banyak ayat dalam Al-Quran yang merujuk pada beragam aspek dari dunia dan memerintahkan manusia untuk mempelajari beragam fenomena dari alam dan merefleksikannya dalam diri mereka. Sebagai contoh pada ayat, ?Katakanlah, Perhatikan apa yang ada di langit dan bumi...? (QS. 10:101). ?Katakanlah, berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya...? (QS. 29:20).
Demikian pula, kita diperintahkan untuk mempelajari sejarah generasi terdahulu, untuk menjadi sensitif terhadap contoh yang dikemukakan Allah di alam ini. ?Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah, karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (utusan-utusan Allah).? (QS. 3:137)
Peran Ilmu dalam Pengembangan Umat
Adalah program Nabi saw untuk memantapkan masyarakat tauhid dalam cara yang diatur oleh firman-firman Allah, dan orang-orang kafir tidak memiliki kesempatan untuk menghancurkan orang-orang beriman, ?Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.? (QS. 4:141). Nabi saw bersabda, ?Islam adalah tinggi dan tidak ada yang mampu melebihi ketinggiannya.? Al-Quran memerintahkan kepada orang-orang beriman untuk melengkapi diri mereka dalam menghadapi tantangan-tantangan dari orang-orang kafir. ?Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah dan musuh kamu.? (QS. 8:60)
Ayatullah Ruhullah Khomeini mempunyai penilaian yang jelas tentang masalah ini, ?Apabila bahaya dominasi politik dan ekonomi dari musuh mencapai tingkat yang mungkin akan meletakkan masyarakat Islam di bawah penindasan politik dan ekonomi mereka yang menyebabkan penghinaan dan pelecehan terhadap Islam dan Muslim dan melemahkan mereka, adalah kewajiban bagi semua umat Islam untuk memepertahankan kepentingan mereka dengan cara-cara dan perangkat-perangkat yang sama dengan yang musuh tersebut gunakan.?
Tidak diragukan lagi, pada masa kita, ilmu dan teknologi memainkan peran krusial dalam mengamankan independensi dan kejayaan dari setiap masyarakat. Oleh sebab itu, umat Islam diharapkan untuk menjadi perintis-perintis dalam bidang ini, menyiapkan kepemimpinan dunia, sebagaimana yang telah dilakukan para pendahulu kita pada saat era emas peradaban Islam. Kita mempunyai perintah yang jelas dari Imam Shadiq as, ?Seorang ilmuwan yang sensitif terhadap masanya tidak akan ditundukkan oleh masalah-masalah yang tidak terduga.?
Dimensi Keilmuan dari Al-Quran dan Sunnah
Apakah kita didorong untuk belajar dari ?ayat-ayat ilmiah? dalam Al-Quran yang merujuk kepada fenomena alam? Pesan dari ayat yang disebut ?ayat-ayat ilmiah? tersebut adalah bahwa kita mesti melihat tanda-tanda Allah di alam semesta dan hal ini akan menuntun kita untuk mengapresiasi kebesaran Allah. Lebih jauh, dengan mengenal hukum-hukum alam, kita dapat mengambil manfaat darinya secara konstruktif bagi kesejahteraan umat manusia. Akan tetapi, kita dapat belajar dari Al-Quran sesuatu yang ilmu-ilmu kemanusiaan dan fisik tidak dapat memberi tahu kita, seperti pandangan dunia yang inklusif dan epistemologi ?sebuah dasar metafisika yang solid bagi semua ilmu.
Untuk menjelaskan permasalahan ini, jika kita perhatikan semua ilmu fisik, ternyata manusia telah mengambil suatu karakter sekuler dalam beberapa abad terakhir. Hal ini berdasarkan fakta bahwa pandangan dunia materialistik dan sikap positivistik telah menjadi umum dalam lingkaran akademik, hanya materi yang memiliki realitas dan hanya data empirik yang berarti dan berharga untuk diperhatikan. Seluruh ilmu-ilmu fisik dan kemnusiaan telah berada di bawah mantra materialisme dan positivisme. meski Muslim telah secara dalam terlibat dalam ajaran-ajaran Al-Quran dan Sunnah Islam, mereka bisa jatuh ke dalam perangkap ini. Hal ini menjadi sangat penting untuk dielaborasi.
Merujuk kepada Al-Quran, indera eksternal kita adalah penting dalam memahami alam semesta. ?Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati...? (QS. 16:78). Jadi, dalam pandangan Al-Quran indera adalah alat-alat penting dalam memperoleh pengetahuan tentang dunia luar, tetapi data empirik saja tidak cukup untuk memperoleh pengetahuan tentang alam karena indera hanya memberi kita rantai-rantai dari tanda-tanda dan simbol-simbol yang terisolasi. Adalah intelek kita yang menemukan hubungan mereka. Untuk membuktikan klaim ini, kita merujuk pada Al-Quran dan tradisi Islam:
(i) Hal ini berkali-kali disebutkan dalam Al-Quran bahwa pengalaman sensorik harus dilengkapi oleh sebuah latihan intelektual. Dengan kata lain, ia tidak akan membawa kepada kesimpulan konkrit. Al-Quran berkata, ?Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami (Nya).? (QS. 16:12).
Ada manusia yang memilki mata, telinga, dan sebagainya, tetapi indera tersebut tidak berfungsi secara nyata bagi mereka karena tidak merefleksikan pengalaman sensorik mereka. ?Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat, dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar.? (QS. 7:179). Kita memiliki tradisi yang mencerahkan dari Imam Shadiq as, ?Ketika melihat sebuah batu melayang di udara, kamu mengetahui bahwa seseorang telah melemparnya, pengetahuan ini tidak datang kepadamu lewat matamu, tetapi melalui saluran intelek, karena intelek-lah yang membuktikan bahwa batu tadi tidak dapat melayang di udara dengan sendirinya.?
(ii) Dalam Al-Quran, Allah menantang argumen mereka yang menganggap bahwa data berbasis indera sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang dapat dipercaya. Al-Quran berkata, ?Dan ingatlah ketika kamu berkata, ?Wahai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang, karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikan.? (QS. 2:55).
Lebih jauh, telah disebutkan dalam Al-Quran bahwa kita tidak dapat mencerna banyak realitas dunia lewat indera eksternal. ?Maka Aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat. Dan dengan apa yang kamu tidak lihat.? (QS. 69:38-39). ?Maha suci Allah yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang mereka tidak ketahui.? (QS. 36:36). ?Dan kepunyaan Allah-lah apa yang gaib di langit dan di bumi...? (QS. 11:123).
Singkatnya, observasi dan eksperimen kita tidak mampu menjadi sumber bagi banyak pengetahuan kecuali meraka dihubungkan dengan aktivitas intelektual kita. Lebih lanjut, tidak semua informasi kita tentang dunia ini berakar dalam pengalaman inderawi. Akhirnya, banyak realitas dalam dunia-Nya yang tidak mampu kita pahami atau kita tidak memilki akses kepadanya. Fakta-fakta tersebut memberi kita pandangan dunia yang lebih luas daripada apa yang ilmu sekuler modern persepsikan. Hal ini membimbing kita kepada ?ilmu Islam? ?jenis ilmu yang dibingkai dengan sebuah pandangan dunia Islam dan yang memberikan interpretasi yang lebih komprehensif tentang fenomena alam dan orientasi yang benar terhadap aplikasi ilmu dan teknologi.?
(iii) Dalam pandangan dunia Islam, perkembangan materi bukanlah sebuah akhir dalam dirinya sendiri. Lebih tepatnya, mereka mesti berada dalam suatu pelayanan tujuan-tujuan spiritual dan bagi perwujudan ide-ide Islam. Al-Quran berkata: ?Sesungguhnya kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.? (QS. 18:7).
Sebagai kesimpulan, berikut beberapa rekomendasi:
(1) Pada saat ini, dunia Islam tidak berada dalam kondisi yang baik dari berbagai sudut pandang, dan dia bersandar kepada Barat dengan segala penghormatan. Untuk membayar kemunduran ini, kita mesti mengejar dan bahkan mendahului Barat dalam wilayah ilmu. Hal ini membutuhkan sebuah komitmen serius dari pemerintahan-pemerintahan dan sarjana-sarjana Muslim. Apabila hal ini tidak dilaksanakan, integritas kita dan budaya Islam akan berada dalam ancaman yang serius.
(2) Mengamati jalan yang telah dilalui barat, kita mesti sadar bahwa untuk menjaga diri dari produk-produk sains Barat yang destruktif, harus membingkai ilmu kita dengan pandangan dunia Islam. Hal ini akan menjaminkan kita kebahagiaan di dunia ini dan kesuksesan di hari kemudian, dan akan menolong kita untuk mewujudkan ayat berikut semampu mungkin. ?Kamu adalah umat terbaik yang dikeluarkan bagi umat manusia, menyeru kepada yang ma?ruf, dan mencegah kemungkaran , dan beriman kepda Allah.? (QS. 3:110).
Sumber: Syi?ar Edisi Sya?ban 1423 H
Penerjemah: SK Utari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar