Pemilu selalu dinyatakan sebagai pesta demokrasi. Tentu dengan bayangan bahwa dengan pemilu maka terlaksanalah demokrasi. Demokrasi dalam pemilu merupakan interpertasi dari makna bahwa rakyatlah yang memegang tampuk kepemerintahan di dalam suatu negara. Rakyat memberikan suaranya dalam pemilu, berarti rakyat telah menetukan wakilnya untuk membawa semua aspirasi mereka kedalam Dewan Perwakilan Rakyat atau Majlis Permusyawaratan Rakyat. Suara rakyat diberikan kepada partai-partai yang mereka yakini sebagai wadah aspirasi pertama dalam pesta itu, dengan semua apa yang ada dihatinya mereka meletakkan harapan diatas keyakinan pada partai yang berjanji akan membawakan aspirasi untuk menitih kebahagian masa depan dibawah pemerintah.
Rakyat adalah rakyat, dengan semua makna yang ada padanya, termasuk kwalitas dan kuantitasnya, juga termasuk dengan tingkatan ekonomi dan pendidikannya. Sehingga tidak mungkin keluar dari skema piramida atas semuanya, yaitu bertambah kwalitas (unsur rakyat) maka bertambah sedikit jumlahnya. Jadi rakyat kebanyakan adalah mereka yang memiliki kwantitas terbanyak tapi kwalitas rendah dalam berbagai aspek kehidupan. Dengan ini dapat pula dibayangkan bahwa pesta demokrasi akan membawa makna yang tidak hanya satu, kalau pesta demokrasi itu penekanannya pada rakyat. Untuk itu demokrasi perlu diperjelas maknanya, sehingga akan menunjukkan sejauh mana kwalitas demokrasi yang dimaksudkan. Kalau saja demokrasi itu hanya sebatas makna harfiah saja, yaitu kata yang dipetik dari demos (rakyat) dan kratos (aturan/kekuatan) yang menunjukkan pemerintahan rakyat atau pemerintahan popular, maka makna kwalitas difinitif demokrasi tidak akan tercapai.
Hingga kini, kwalitas demokrasi secara difinitif tidak ada, karena tidak adanya satu difinisi yang tepat untuk mengartikan demokrasi, sehingga tidak jarang demokrasi hanya satu istilah yang digunakan ketika diperlukannya mayoritas untuk keperluan minoritas. Tidak jarang pemerintah yang dikuasai oleh minoritas menggunakan slogan demokrasi untuk menarik dukungan rakyat atau lebih tepat dikatakan bahwa pemerintah hendak menguasai rakyatnya dengan menggunakan slogan demokrasi. Juga partai yang ada, tidak jarang mereka mengeksploitasi suara rakyat dengan semboyan demokrasi. Tarikan slogan indah demokrasi yang digunakan dalam pemilu hanya sekedar satu cara partai untuk eksploitasi suara rakyat sebanyak mungkin untuk dapat mengirimkan wakilnya kejenjang lebih tinggi dalam pemerintahan.
Ada dua prinsip mendasar demokrasi sehingga kalaupun demokrasi harus di difinisikan maka tidak dapat kelaur dari kedua prinsip ini, yaitu:
A. Semua angota masyarakat memiliki hak yang sama untuk dapat mencapai kekuatan.
B. Semua anggota masyarakat menikmati nilai universal kebebasan dan kemerdekaan.
Melaksanakan kedua prinsip ini tentu tidak semudah mengucapkan kata demokrasi, karena kwalitas dari setiap butir prinsip ini memiliki latar belakang yang cukup kompleks. Paling tidak anggota masyarakat mengetahui tentang kedua prinsip ini, prinsip yang mendasari makna demokrasi, sehingga ikhtiyar –menetukan satu tindakan dari dua kemungkinan – akan dilakukan dengan penuh kesadaran, bukan didasari kejahilan. Kalau pemahaman ini tidak dimiliki maka sama dengan dengan penindasan hak terhadap mereka, yaitu menggiring rakyat melakukan kepada satu pebuatan yang tidak mereka ketahui/fahami, dan ini diluar dari makna demokrasi.
Dari kedua prinsip ini pula akan timbul fenomena yang akan membawa arti demokrasi yang berbeda, karena rakyat tidak memahami prinsip demokrasi maka tentulah mereka tidak akan memahami apa itu demokrasi. Seberapa dalam rakyat memahami makna demokrasi, maka mereka memahami bahwa suaranya akan berpengauh sangat besar dalam menentukan pemerintahan. Dengan berdasarkan inspirasi merekalah (baca: rakyat) sebenarnya pemerintah akan menjalankan tugasnya, sehingga cita-cita yang mereka inginkan akan menjadi kenyataan. Yaitu suara rakyat adalah inspirasi tunggal dalam menetukan kebijakan suatu pemeritah dalam melaksakakan tugas kepemerintahannya. Sehingga pemerintah akan mewakili makna yang berbunyi "Dari Rakyat, Oleh Rakyat, Untuk Rakyat". Begitulah demokrasi seharusnya difahami oleh rakyat.
Untuk sampai pada kwalitas demokrasi seperti ini masih diperlukan pendidikan, minimal penjelasan dari sebagian rakyat yang ada pada jenjang pertengahan keatas dari pramida kwalitas (pendidikan) rakyat. Kalau tidak, maka-makna elit poitik akan mendominasi keuntungan dari setiap (aktivitas yang dilakukan) oleh rakyat. Yaitu kalau demokrasi dinisbahkan kepada rakyat (minus pendidikan) maka akan difahami sebagai demokrasi awam, yaitu semua makna demokrasi “awam”, termasuk kwalitas demokrasi atau juga tujuan yang hendak dicapai dari demokrasi tersebut. Yaitu tidak ada makna demokrasi sebenarnya, karena makna demokrasi disini adalah berkuasanya sekelompok rakyat (yang menjadi elite politik) terhadap inspirasi kebanyakan rakyat. Rakyat kebanyakan hanya tunduk kepada apa yang ditetapkan atau apa yang disampaikan oleh sebahagian rakyat (bagian atas-elite politik).
Betapa sulitnya rakyat untuk memahami apa itu demokrasi ketika suara mereka harus dibagikan kepada sekian puluh partai kemudian sekian puluh kelompok ini akan menuju ke kotak-kotak suara yang masing-masing dari mereka mengatasnamakan suara rakyat. Dengan banyaknya partai, maka akan terjadilah kemungkinan pengkotakan aspirasi rakyat, karena tidak menutup kemungkian banyaknya aspirasi rakyat dan partai-partai itu sendiri menjadi pembatas dari aspirasi yang datang dari bawah (baca: rakyat).
Ada Beberapa Kemungkinan yang Akan Terjadi:
1. Banyaknya partai, berati banyaknya aspirasi rakyat. Dengan contoh ini, seakan akan-akan partai telah mewakili - minimal satu- aspirasi rakyat. Dan ketika partai itu banyak, secara otomatis menunjukkan sekian banyak suara rakyat terpecah.
2. Banyaknya partai yang mewakili sekian banyak suara rakyat, yaitu banyaknya suara rakyat terpaksa diperlukan juga sekian banyak partai sehingga semua inspirasi yang datang dari rakyat akan dibawa kemajlis lebih tinggi. Dengan kata lain, karena aspirasi rakyat terlampau banyak, maka terpaksa menggunakan sekian banyak partai dan dengan itu semua, maka aspirasi mereka dapat ditransfer melalui partai.
3. Terjadinya pengkotakan aspirasi suara rakyat. Seiring dengan adanya interes partai yang seringnya menggunakan slogan keinginan rakyat. Peluang terjadinya perselisihan dalam mewakili “aspirasi” rakyat itu sendiri disebabkan apa yang mereka wakili dan inginkan tidak ketahui. Parah lagi jika, perselisihan asirasi dan interest itu terjadi pada peringkat yang lebih tinggi. Oleh karena itu banyaknya partai, minimalnya suara rakyat tidak sepenuhnya diwakili oleh partai atau partai tidak lagi sepenuhnya mewakili aspirasi rakyat.
4. Rakyat menyuarakan aspirasinya hanya sebatas memilih lambang partai. Dimana aspirasi rakyat tidak lebih dari pada bentuk dukungan pada partai yang dipilihnya, ditambah pula iming-iming harapan dan keinginan rakyat akan dibawa melalui partai. Dengan memilih partai, secara otomaits mereka telah memberikan amanat aspirasinya kepada partai. Yaitu aspirasi rakyat adalah aspirasi partai.
5. Rakyat memilih partai yang mana saja, karena rakyat yakin apapun nama partai akan sama-sama membawakan aspirasi rakyat.
Sekian banyak lagi kemungkinan yang dapat terjadi pada “pesta demokrasi” pemilu. Tapi tidak dapat ditolak bahwa nilai pesta demokrasi dari pemilih itu tidak dapat diartikan bahwa telah dilaksanakan demokrasi yang sebenarnya. Karena demokrasi yang sebenarnya adalah suara rakyat yang memimpin dan sekaligus menetukan, apapun yang ada ditengahnya –baik partai ataupun institusi yang mewakili rakyat dan pemerintah sekalipun- tidak lebih dari sarana penyampai aspirasi dan suara rakyat. Apa yang terjadi akan tidak lebih dari “aktivitas-demokrasi” tapi tidak memiliki “muatan-demokrasi’. Karena muatan demokrasi adalah ketika kedua prinsip demokrasi telah bersama dalam ikhtiyar rakyat. Tanpanya demokrasi hanya eksploitasi (suara) rakyat demi kepentingan partai atau ruling party.
Tentu pesta demokrasi dengan maknanya yang sahih akan dapat terjadi ketika sekian banyak persyaratan itu dipenuhi diantaranya:
I. Standarnisasi istilah dalam semua hal yang menyangkut aspek demokrasi, sehingga akan membentuk tatanan yang pasti dan jelas serta sistimasi yang dapat difahami bersama oleh rakyat sebagai pelaku utama dalam aktivitas demokrasi tersebut.
II. Rakyat memiliki pengetahuan cukup terhadap makna dan praktek domokrasi. Dengan inilah rakyat dengan sesadar-sadarnya akan berikhtiar memberikan suaranya. Dengan kesadaran yang tinggi pula akan memantik motivasi yang kuat untuk tidak didhalimi ataupun mendholimi yang lain. Dengan inilah makna demokrasi akan terlaksana.
III. Pemerintah harus menyadari bahwa apa yang mereka lakukan adalah hasil dari kesadaran rakyat terhadap keberadaannya. Pemerintah tidak lain adalah rakyat itu sendiri yang sedang menjalankan fungsi atas aspirasi yang dihasikan oleh pemilu. Tidak ada lagi kepentingan (demand) pribadi atau partai dalam mengemban tugas dari rakyat tersebut.
IV. Kepentingan rakyat merupakan motivasi dan sekaligus tujuan dari pemerintah. Sehingga tidak ada tujuan yang lebih penting bagi pemerintah kecuali mengadakan semua yang diharapkan oleh rakyat. Disinilah pemerintah akan tampak dengan jelas sebagai sarana mencapai tujuan kesejahteraan rakyat.
V. Kesadaran rakyat yang berarti kesadaran pemerintah, masing masing menjalankan tugasnya. Karena demokrasi bukan saja terjadi dimasa pemilu, tapi disetiap masa ketika kemerdekaan, kebebasan dan hak hak individu merupakan prinsip, maka tidak ada masa dimana semua unsur kehilangan prinsip prinsip ini. Dengan hilangnya prinsip ini maka akan hilang pula makna demokrasi.
Pesta demokrasi memang perlu digelar dalam perjalanan masyarakat demi menjaga hak-hak semua dalam mencapai tujuan kehidupan pribadi maupun bermasyarakat. Malah boleh dikatakan bahwa dengan pesta demokrasi atau pemilu, maka hak-hak setiap individu dalam masyarakat akan terjaga dan tersalurkan tepat pada tempatnya (proper). Pelaksanaan makna demokrasi adalah lebih penting dari pada hanya menyebar slogan atau memamerkan aksi demokrasi yang tidak lebih dari penindasan satu kelompok terhadap kelompok lain. Penindasan adalah bentuk kedhaliman. Tidak ada kedhaliman yang diterima oleh manusia, sehingga tidak ada unsur demokrasi yang menginginkan hal itu terjadi. Semua menginginkan terjaganya setiap hak, sehingga setiap bentuk pencabutan atau penindasan hak akan ditentang, tidak ada pengecualian dalam hal ini. Setiap unsur harus mengetahui posisi dan tugasnya dalam melaksanakan demokrasi, yang berarti menjaga hak-hak setiap unsur masyarakat. Tentunya semua akan mengukur bayang-bayangnya sehingga tidak akan melebihi tinggi badan. Dengan demokrasi ini akan terbentuklah keadilan dalam masyarakat sebagaimana yang diinginkan dan diharapkan oleh rakyat.
Pemilu sebagai pesta demokrasi harus diadakan untuk menjalankan roda demokrasi, karena dengan ini akan terjamin keberlangsungan pemerintah. Tapi kalau saja demokrasi akan berakhir hanya sebatas pemilu, maka pemerintah akan berjalan tampa kontrol rakyat, dan sebaliknya rakyatpun suatu waktu akan bangkit menuntut haknya dari pemerinah - dan ini akan diluar kontrol pemerintah - kedua belah pihak akan rugi. Maka satu hal yang harus dijalankan adalah menjaga hak semua dengan menjalankan prinsip demokrasi.
Dunia adalah dalil dan bukti untuk semua pelajaran yang baik. Dari sekian banyak kesalahan yang pernah dilakukan manusia sebelum ini, maka semuanya adalah pelajaran yang tercatat dalam sejarah yang dibuat anak manusia. Lebih mudah lagi adalah melihat apa yang terjadi dimasa ini. Bagaimana manusia bermain dengan kata demokrasi dan apa yang dihasilkanya?!. Semua adalah pelajaran bagi mereka yang berakal, karena semua adalah ayat-ayat yang masih dapat dibaca - dengan akal yang sehat-.
Rakyat Indonesia harus kembali berfikir tentang pesta demokrasi yang mereka lakukan. Sudah berapa kali pesta demokrasi yang mereka selenggarakan, dan apa yang sudah mereka dapatkan dari semua semboyan demokrasi selama ini. Bukankah belum satu dekade berlalu, dari sekilan dekade rakyat dibuai dengan kata demokrasi, harapan dan asa, tapi hasilnya tidak lebih dari pada penindasan hak dan hilangnya harapan. Atas nama demokrasi pula partai-partai itu meluluh lantakkan harapan dan cita-cita rakyat yang sebenarnya sederhana. Sehingga akan sampai masanya sekarang ini untuk merenung kembali semua istilah dan semboyan yang sudah lama dipakai, tapi ternyata tidak membawa menuju ke cita-cita semua. Harapan yang dibawa dalam pesta demokrsi selalu kandas dan dikandaskan tanpa disadari oleh rakyat, dan pemerintah terus berjalan dengan menabur janji-janji dan slogan tidak bermakna sebagai selimut kedhaliman yang mereka lakukan terhadap hak rakyat. Lebih jauh lagi bahwa kedhaliman itu terjadi pada mereka yang meletakkan harapannya (baca:rakyat) pada pemerintah.
Ukurlah bayang-bayang sendiri dan jaga lah bayang-bayang itu, sehingga dia tidak melebihi tinggi badan. Dengan demikian tidak ada yang harus menuntut haknya dari yang lain, karena semua telah mendapatkan dengan sempurna dan adil. Begitulah keinginan setiap unsur pelaksana demokrasi. Semoga akan terlaksana cepat, secepat munculnya harapan mereka yang berharap.
Kamis, 09 Oktober 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar